Follow Us :

Jakarta, Kompas – Para peternak unggas dan sapi khawatir penetapan pajak pertambahan nilai terhadap produk primer pertanian akan menciptakan pajak ganda bagi usaha ternak.

Kekhawatiran itu disampaikan Ketua Peternak Rakyat Ayam Kampung Sukabumi Ade M Zulkarnain, Senin (22/12) di Sukabumi, Jawa Barat.

Ade menuturkan, saat peternak membeli bibit ayam atau ayam usia sehari (DOC), mereka kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Saat menjual produk ternak, baik ayam maupun telur, juga kena PPN.

Kekhawatiran yang sama disampaikan Ketua Forum Masyarakat Unggas Sulawesi Selatan Wahyu Suhaji. Dikatakan, peternak ayam ras mendapat beban pajak lebih berat. Selain menanggung pajak DOC dan pajak penjualan, mereka juga menanggung pajak pakan.

Saat ini harga pakan ternak Rp 300.000 per 50 kilogram, DOC ayam pedaging Rp 5.000, sementara harga jual ayam di kandang Rp 9.000 per kilogram.

”Besar sekali nantinya pajak yang harus ditanggung peternak,” kata Wahyu Suhaji.

Menurut Ketua Umum Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Yudi Guntara Noor, pengenaan PPN terhadap produk pertanian primer harus hati-hati karena tidak semua usaha ternak sapi berbadan usaha. Sekitar 70 persen adalah peternakan rakyat dan gabungan kelompok peternak.

Pengenaan PPN menjadi langkah mundur dalam membangun industri pertanian di Indonesia, khususnya ternak sapi. Pengusaha akan takut berinvestasi.

Suhaji dan Yudi berpendapat, konsep pajak hanya melihat usaha ternak selalu menguntungkan, tidak memperhitungkan tingkat risiko yang sangat besar yang harus ditanggung peternak.

Usul pengenaan PPN untuk produk pertanian primer terdapat dalam draf Rancangan Perubahan UU PPN, yang masih dibahas di DPR. PPN tersebut hanya dikenakan untuk produk pertanian primer yang bukan kebutuhan pokok.

error: Content is protected