JAKARTA – Defisit APBN 2009 diperkirakan membengkak hingga menjadi dua persen dari produk domestik bruto (PDB). Melambungnya tekor anggaran ini disebabkan merosotnya penerimaan akibat krisis keuangan global.
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Suharso Monoarfa mengatakan penerimaan pajak diperkirakan turun 10 persen atau sekitar Rp 70 triliun. "Defisit akan bertambah sebesar Rp 57 triliun atau sekitar satu persen, sehingga menjadi dua persen," ujar Suharso di Jakarta kemarin (23/12). Sebelumnya defisit APBN ditargetkan Rp 54,1 triliun. Dengan penambahan ini defisit akan menjadi Rp 110 triliun lebih.
Suharso mengatakan turunnya harga minyak dunia juga menyebabkan turunnya pajak penghasilan (PPh) migas. Penurunan harga minyak juga menyebabkan merosotnya bagi hasil yang diterima pemerintah dari kontraktor migas. Ini menyebabkan turunnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Namun turunnya harga minyak juga akan mengurangi beban subsidi BBM dan listrik sekitar Rp 20 triliun.
Suharso mengatakan jika anggaran ingin lebih ekspansif, seharusnya defisit bisa di atas dua persen. "Namun dalam krisis ini, pemerintah sudah berkomitmen untuk tidak melakukan pemangkasan anggaran," katanya.
Legislator Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) itu mengatakan pemerintah harus berada di depan dalam memberikan stimulus fiskal. Ini karena daya beli masyarakat menurun tahun depan. Sektor konsumsi juga akan anjlok. Sedangkan aktivitas investasi dan ekspor impor juga lesu. "Belanja pemerintah lah yang diharapkan memainkan peranan yang lebih besar ketimbang tahun ini," kata Suharso.
Target penerimaan pajak untuk 2009 mencapai Rp 650,29 triliun atau tumbuh di kisaran 21,65 persen dibanding target tahun ini. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan tahun ini sekitar 23,52 persen.
Direktur Penyusunan APBN Depkeu Boediarso Teguh Widodo mengatakan penerimaan negara pasti lebih rendah dari target karena kegiatan ekonomi yang melemah. Boediarso membenarkan bahwa penurunan pajak juga menurun akibat perlambatan ekonomi global dan anjloknya harga minyak mentah dunia.
"Tetapi penurunan harga minyak berdampak positif pada subsidi BBM. Karena kita kan net importir, sehingga kebutuhan pendanaan akan berkurang," kata Boediarso.
Menurut dia, potensi penambahan defisit ini merupakan hal wajar akibat berubahnya sejumlah asumsi makro. "Kalau pendapatan turun, belanja turun. Tapi turunnya belanja lebih lambat dibandingkan penerimaan," ujarnya.