JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tak sependapat dengan rencana pemerintah untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) secara final melalui perusahaan ritel. Mereka beralasan, penerapan mekanisme PPN secara final ini justru akan memicu peritel untuk berbuat nakal, atau berkelit dari pembayaran pajak.
Wakil Ketua Umum Aprindo Tutum Rahanta bilang, peritel nakal akan mengupayakan cara agar berada di kelompok yang tak kena PPN. Caranya mereka bakal melaporkan pendapatan palsu, dengan membikin perusahaan lain.
Di samping itu, Aprindo menilai pajak berjenjang yang berlaku saat ini, justru tak memuat unsur keadilan. Dus, mereka berharap pengenaan pajak seragam bagi peritel. "Misalnya, 2% untuk seluruh peritel," kata Tutum kepada KONTAN, Senin (4/4).
Seperti kita tahu kantor pajak telah membuka wacana untuk pengenaan pajak bagi peritel. Pertama, pungutan ini dikenakan bagi pengusaha dengan omzet Rp 4,8 miliar – Rp 10 miliar. Untuk usaha beromzet di bawah Rp 4,8 miliar tidak dipungut PPN. Sementara usaha dengan omzet di atas Rp 10 miliar tetap dikenakan PPN normal 10%.
Alternatif kedua, pungutan PPN final untuk usaha dengan menurunkan batasan omzetnya menjadi Rp 600 juta per tahun hingga Rp 4,8 miliar per tahun. Tapi, alternatif kedua ini terbentur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Batasan Pengusaha Kena Kecil Pajak Pertambahan Nilai yang mengatur bahwa pengusaha dengan omzet Rp 4,8 miliar setahun tidak wajib berstatus Pengusaha Kena Pajak.
Aprindo berharap pemerintah fokus menyederhanakan proses administrasi perpajakan. Menurut mereka, proses administrasi PPN saat ini masih menyulitkan pengusaha ritel saat membayar pajak.
Hanya saja, tak banyak peritel yang bisa memberikan tanggapan soal wacana pengenaan pungutan PPN bagi ritel ini, karena belum mengetahui detail rencana aturan itu. "Lebih baik kalau setelah (rencana aturan) lengkap informasinya kami berkomentar," alasan Wiwiek Yusuf, Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama.
Sementara Danny Kojongian, Direktur Komunikasi Perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk bilang, omzet Matahari Putra Prima tahun lalu sekitar Rp 13,9 triliun. Omzet tersebut jauh di atas batas atas rencana pengenaan PPN oleh pemerintah. Karena itu ia tak terlalu mempermasalahkan mekanisme pungutan itu. "Namun kami akan selalu tunduk dengan peraturan yang berlaku," katanya.