JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Direktorat Pajak gagal memenuhi target penyelesaian dua berkas tersangka kasus dugaan penggelapan pajak PT Asian Agri Group (AAG).
Kegagalan ini salah satunya disebabkan belum adanya kesepahaman antara penyidik Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan jaksa peneliti. ”Koordinasinya ada, hanya belum sepaham,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga di Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, kemarin.
Kejagung dan Ditjen Pajak pada 4 April 2009 telah melakukan ekspose kasus ini. Dua institusi ini sepakat menyelesaikan kasus penggelapan pajak PT Asian Agri senilai Rp1,4 triliun.Kesepakatan itu dibuat karena penanganan kasus ini dinilai berlarut-larut.Dua institusi ini bahkan sebelumnya sepakat menyelesaikan dua dari 21 berkas penyidikan tersangka kasus ini dalam waktu satu bulan.
Namun,hingga kini belum satu pun berkas perkara yang terselesaikan. Ritonga menjelaskan, hingga kini berkas penyidikan masih di Ditjen Pajak. Dia mengaku pernah menanyakan langsung kepada penyidik dan jaksa peneliti perkara ini karena sudah lewat dari target awal sesuai yang ditentukan Jaksa Agung,tapi tidak ada jawaban yang jelas.
Ritonga juga mengaku dua berkas yang sedang diproses itu terkait tersangka yang menjabat direktur pada perusahaan di kelompok usaha PT AAG.Namun,Ritonga belum mengungkapkan identitas dua tersangka tersebut. Ditjen Pajak sebelumnya menemukan indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan PT AAG.
Perusahaan yang di antaranya bergerak di bidang perkebunan dan pengolahan minyak kelapa sawit itu diduga telah melakukan penggelapan pajak selama 2002-2005 dengan modus merekayasa pengeluaran pajak.Akibat tindakan itu, negara diduga dirugikan hingga Rp1,4 triliun. Ditjen Pajak sebelumnya menyerahkan berkas penyidikan tersangka perkara itu ke Kejagung.
Namun, oleh kejaksaan,berkas itu dikembalikan ke Ditjen Pajak untuk dilengkapi, terutama penghitungan kerugian negara akibat penggelapan pajak itu.Hingga kini Ditjen Pajak belum juga mengembalikan berkas tersebut ke kejaksaan. Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah menyarankan agar jaksa menerapkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam menangani kasus ini.
Ada beberapa keuntungan jika menggunakan UU ini untuk menjerat kasus PT AAG yaitu kejaksaan dapat melakukan penyitaan aset PT AAG untuk kepentingan penggantian kerugian negara,ancaman pidana lebih berat,dan KPK dapat mengambil alih jika kejaksaan gagal menuntaskan kasus itu.
Menanggapi saran itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Marwan Effendy menyatakan UU Perpajakan lebih tepat untuk menjerat perbuatan penggelapan pajak.