[JAKARTA] Kalangan pengusaha menyambut baik penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) yang berlaku, baik bagi wajib pajak pribadi maupun badan. Mereka menilai, penurunan tarif pajak ini akan membangun iklim investasi yang kompetitif, selain merangsang kepatuhan para wajib pajak.
Demikian disampaikan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia MS Hidayat dan Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ridwan Mustofa kepada SP, Rabu (3/9).
Menurut Hidayat, jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di ASEAN, tarif pajak di Indonesia masih cukup besar. Sementara, penerimaan pajaknya masih sangat minim. Dengan penurunan tarif pajak tersebut, dia optimistis, akan menjaring lebih banyak wajib pajak.
Dalam jangka pendek katanya, perubahan tarif pajak tentunya akan menurunkan pendapatan pajak. Bahkan, kemungkinan penurunan pendapatan pajak bisa terjadi pada tahun 2009 nanti.
"Tetapi, Kadin optimistis, besaran tarif PPh ini lebih kompetitif dan dapat menjaring lebih banyak wajib pajak. Apalagi disertai dengan tata cara pembayaran wajib pajak," kata Hidayat.
Hal senada dituturkan Ridwan Mustofa. Dia menilai, penurunan tarif pajak yang diikuti dengan kepatuhan wajib pajak akan menggairahkan iklim usaha di dalam negeri, terutama untuk sektor riil. "Yang terpenting, aparatur pajak dapat menertibkan wajib pajak," ujarnya.
Penerimaan Berkurang
Sementara itu, Ketua Pansus Perpajakan DPR, Melchias Markus Mekeng mengakui, ketentuan baru dalam RUU PPh yang disetujui DPR melalui rapat paripurna pada Selasa (2/9), bakal mengurangi potensi penerimaan hingga Rp 40 triliun. "Bahkan dari fiskal saja berkurang Rp 2,5 triliun. Namun, hal itu akan dikompensasi dengan bertambahnya wajib pajak baru, setelah tarif pajak di Indonesia menjadi kompetitif pascadiberlakukannya UU ini," jelasnya.
Dia menambahkan, salah satu elemen penting dalam RUU PPh yang baru adalah menghilangkan beban biaya fiskal ke luar negeri bagi masyarakat yang punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Hal ini akan ikut mendukung program ekstensifikasi pajak dari pemerintah.
Selain itu, adanya sumbangan-sumbangan untuk kegiatan sosial baik oleh pribadi maupun badan, bisa menjadi faktor pengurang kewajiban pajak. "Contohnya, jika saya menyumbang Rp 1 miliar, maka kewajiban saya juga akan dikurangi Rp 1 miliar," katanya.
Senada dengan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, melalui RUU tersebut, wajib pajak yang memiliki NPWP dibebaskan dari kewajiban membayar fiskal saat hendak bepergian ke luar negeri.
RUU PPh tersebut diharapkan mulai berlaku 1 Januari 2009. Pemerintah berharap RUU ini akan menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih baik dan kompetitif. "Untuk itu upaya intensifikasi dan penegakan aturan yang konsisten dan upaya menekan kebocoran dalam pengumpulan negara akan dilakukan secara tegas," tutur Menkeu.
Dalam rapat paripurna DPR tersebut, 10 fraksi menyetujui pengesahannya dengan berbagai catatan. Fraksi Partai Golkar, misalnya, RUU PPh yang baru ini menerapkan prinsip keadilan bagi wajib pajak.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga menilai, aturan baru tersebut memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. Namun, FPDI-P menyayangkan besaran pendapatan tidak kena pajak (PTKP) yang masih rendah, yakni Rp 15,84 juta. Idealnya PTKP sebesar Rp 36 juta.
Menanggapi hal tersebut, Dirjen Pajak Depkeu, Darmin Nasution menjelaskan, PTKP sebesar itu untuk mengkompensasi tingkat inflasi sebesar 20 persen yang terjadi selama dua tahun terakhir. "Jadi itu untuk mengkompensasi tingkat inflasi yang terjadi. Itu hitung-hitungan Rp 15,84 juta supaya bisa dibagi 12 jadi Rp 1,320 juta," ujarnya.