PAJAK BARU
JAKARTA. Baru saja pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) usai membahas pajak daerah dalam Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD), penolakan dari pelaku usaha langsung bermunculan. Beberapa asosiasi pengusaha menolak pengenaan pajak kendaraan bermotor terhadap alat berat.
Ketua Tim Asosiasi Alat Berat Susanto Joseph mendesak pemerintah untuk kembali pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang PDRD. Aturan ini tidak menggolongkan alat berat/alat besar sebagai kendaraan bermotor.
Soalnya, alat berat tidak beroperasi di jalan umum. "Alat berat hanya beroperasi di jalan pertambangan yang dibangun investor tanpa pernah sekalipun menggunakan jalan umum yang dibangun negara,"kata Susanto, Rabu (10/9).
Susanto tak sendirian menyampaikan protes itu. Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi Pengusaha Indonesia, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia, dan Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Indonesia mendukung Susanto.
Ada lagi Asosiasi Perusahaaan Rekondisi Alat Berat dan Truk Indonesia, Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia, Asosiasi Perusahaan Pengelola Alat Berat/Alat Konstruksi, Asosiasi Pertambangan Indonesia, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, dan Perhimpunan Agen Tunggal Alat-alat Berat Indonesia yang ikut memberi dukungan.
Usul retribusi bea masuk
Para pengusaha itu sebenarnya memahami pungutan ini untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). namun, mereka meminta agar peraturan yang mengatur pungutan itu lebih rasional.
Tak sekadar menolak, Susanto membawa solusi agar upaya mendistribusikan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah tidak terganggu dan dunia usaha tidak keberatan. Dia usul agar pemerintah daerah mengenakan retribusi yang bersifat sekali sebagai Bea Masuk Daerah (BMD).
Penyebab lain pengusaha menolak, ungkap Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Alat dan Mesin Pertanian Kartono W., lantaran belum jelasnya kriteria dan kategorisasi alat berat. "Kami khawatir alat-alat berat sektor pertanian juga masuk,"kata Kartono.
Sementara juru bicara Departemen Dalam Negeri Saut Situmorang meminta pemerintah daerah dan DPR lebih cermat dalam mengisi daftar PDRD. Pengenaan pajak daerah harus memperhitungkan kemampuan masyarakat. "Jangan semata-mata untuk meningkatkan PAD,"ujar Saut.
Ketua Panitia Khusu RUU PDRD DPR Harry Azhar Aziz pun menegaskan pengenaan PKB terhadap alat-alat berat sudah pasti. Dalam aturan PDRD ke depan tarif pajak ini turun dari 0,5% pada UU PDRD sebelumnya atau maksimal menjadi 0,3%. "Desakan para pengusaha itu tidak menggoyahkan keputusan,"kata Harry.
Yohan Rubiyantoro