Follow Us :

Jakarta, Kompas – Pajak rokok yang menjadi sumber penerimaan baru bagi pemerintah provinsi berpotensi menjadi pungutan ganda bagi industri rokok sehingga menambah beban ekonomi pelaku usaha di daerah.

Hal itu dimungkinkan terjadi karena penyalur atau pabrik rokok tidak membatasi distribusi produknya berdasarkan wilayah geografis. Dengan demikian, pengusaha bisa ditagih pajak rokok lebih dari satu kali.

Hal itu dinyatakan oleh Dirjen Bea dan Cukai Anwar Suprijadi di Jakarta, Rabu (3/6). Dia mengatakan, pemungutan pajak rokok sulit dilakukan di lapangan. Ini karena sulit untuk menetapkan jumlah rokok yang sudah dijual pengusaha di satu provinsi tertentu.

Menurut Anwar, pajak rokok akan lebih sulit dipungut dibandingkan dengan menghimpun pembayaran cukai rokok. ”Kami memungut cukai rokok langsung dari pabrik rokok sehingga hanya dari satu sumber, terserah pengusaha itu akan menjualnya ke wilayah mana pun,” ujar Anwar.

Sebelumnya, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menyepakati tarif pajak rokok 10-15 persen terhadap nilai cukai.

Wajib pajak rokok yang akan ditagih oleh pemerintah provinsi adalah penyalur, pabrik rokok yang menyalurkan langsung, atau importir rokok.

Minta ditinjau

Anggota Komisi XI DPR, Andi Rahmat, meminta pemerintah menahan pembahasan RUU PDRD karena cenderung melahirkan pungutan-pungutan baru yang bisa memberatkan perekonomian di daerah. ”PDRD menimbulkan risiko menambah biaya ekonomi, sebaiknya ditinjau kembali,” katanya.

Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengatakan, RUU PDRD disusun dengan semangat membatasi pungutan dan retribusi liar yang selama ini cenderung diterbitkan pemerintah daerah.

Hal itu, kata Menkeu, dimungkinkan karena prinsip yang dianut RUU PDRD adalah daftar tertutup. Artinya, jenis pajak dan retribusi daerah yang bisa diterapkan hanya pungutan yang ditetapkan secara eksplisit dalam UU PDRD. ”Semangat RUU PDRD adalah menutup tambahan biaya tinggi dari daerah yang tidak ada dalam daftar. Jadi jika kemudian muncul pajak baru, itu harus dibahas dengan baik,” tuturnya.

error: Content is protected