Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 79 persen dari 803 nama warga negara Indonesia yang disebutkan dalam Panama Papers terindikasi kuat mengemplang pajak. Direktorat Jenderal Pajak akan mendalaminya.

”Untuk Panama Papers, 79 persen nama itu diyakini mempunyai rekening di luar negeri yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan pajak,” kata Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (11/4).

Data Panama Papers, menurut Bambang, akan digunakan sebagai referensi pelengkap dari data resmi yang telah dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Ditjen Pajak sejak Agustus tahun lalu mengantongi data tentang 6.000 warga negara Indonesia yang menyimpan dananya di dua negara di luar negeri. Total asetnya melampaui produk domestik bruto Indonesia pada 2015 senilai Rp 11.400 triliun.

Soal dua negara yang dimaksud, Bambang enggan menyebutkan. Hal yang pasti, masih banyak negara lain yang menjadi tempat penyimpanan dana WNI di luar negeri. Terbesar adalah di Kepulauan Virgin Britania Raya. Berikutnya adalah Kepulauan Cook dan Singapura. Negara-negara lain misalnya Panama, Mauritius, dan Kepulauan Cayman.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, pihaknya akan mendalami data yang ada. Bagi yang terindikasi mengemplang pajak, Ditjen Pajak akan menindaklanjutinya.

”Soal data yang seperti ini, kami dalami benar. Tidak perlu ribut. Tenang saja. Pasti akan kami kerjakan. Desember lalu, kami panggil wajib pajak yang namanya ada di Panama Papers. Dibayar dan tidak ribut. Bayarnya triliunan,” kata Ken.

Secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani mengungkapkan, memang ada investasi dari negara-negara yang dinilai sebagai negara atau wilayah yang dinilai longgar dari perpajakan (tax haven) ke Indonesia. Misalnya, dari Kepulauan Virgin Britania Raya dan Kepulauan Cayman.

Sementara itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis dan politikus Partai Nasdem, politikus Partai Nasdem, Johnny G Plate, yang disebut dalam daftar itu, menampik pernah menggunakan jasa Mossack Fonseca untuk mendirikan perusahaan cangkang untuk menghindari tarif pajak yang tinggi di negara asal.

”Itu tidak benar, saya punya bukti itu tidak benar. Tak semua yang dimuat Panama Papers itu menceritakan kebenaran,” kata Harry dalam pesan pendeknya.

Adapun Johnny menyatakan tidak mengerti mengapa namanya disebut-sebut dalam dokumen Panama Papers. ”Saya coba ingat-ingat, saya cari-cari, tetapi tidak pernah, tidak ada juga, jangan sampai ini menjadi rumor,” ujar Johnny.

Airlangga Hartarto mengakui memiliki perusahaan cangkang tetapi dia menegaskan bukan di Panama.

error: Content is protected