Follow Us :

Saat ini, pemerintah sedang gencar-gencarnya mengampanyekan program pengampunan pajak berupa penghapusan sanksi pajak kepada orang pribadi atau perusahaan (wajib pajak) yang bersedia melaporkan penghasilan dan kekayaannya secara jujur serta membuat NPWP secara sukarela.

Program tersebut dikenal dengan nama sunset policy, "Anda ingin tidur nyenyak? Manfaatkan fasilitas sunset policy sekarang juga", demikian slogan yang disebarluaskan oleh pemerintah dalam menjaring wajib pajak yang belum mematuhi kewajiban perpajakannya untuk ikut serta dalam program sunset policy.

Dari bunyi slogan tersebut dapat dimaknai bahwa pada masa yang akan datang setelah masa pengampunan pajak berakhir, pemerintah akan melakukan penegakan hukum pajak (law enforcement) secara ketat, misalnya, melalui pemeriksaan atau bahkan penyidikan pajak.

Penegakan hukum tersebut merupakan langkah wajar yang dilakukan setelah adanya pengampunan pajak (Victor Thuronyi, 2003). Dengan demikian, slogan ini dapat diartikan sebagai "pesan" kepada wajib pajak agar memenuhi kewajiban pajaknya secara jujur pada masa yang akan datang.

Slogan yang dipakai oleh pemerintah kita tersebut maknanya hampir sama dengan slogan pengampunan pajak di India pada tahun 1997 yaitu "30 percent taxes, 100 percent peace of mind" yang membawa lebih dari 350.000 wajib pajak turut serta dalam program pengampunan pajak dengan jumlah pemasukan pajak sebesar US $ 2,5 miliar atau saat ini setara dengan Rp 22,5 triliun (Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger, 2005). Pertanyaannya apakah program pengampunan sanksi pajak (sunset policy) yang dikampanyekan oleh pemerintah kita ini bakalan sukses seperti India?

Program pengampunan pajak telah dilakukan di banyak negara di dunia ini, baik oleh negara maju maupun negara berkembang dengan berbagai cerita sukses ataupun kegagalan. India (1997), Irlandia (1988), dan Italia (1982, 1984, dan 2001/2002) adalah contoh negara yang sukses menyelenggarakan program pengampunan pajak. Adapun Argentina (1987) dan Prancis (1982 dan 1986) adalah contoh negara yang gagal dalam program pengampunan pajak.

Pengampunan pajak pada dasarnya adalah salah satu bagian dari kebijakan pajak yang tujuan utamanya untuk mendorong wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakan dengan jujur pada masa yang akan datang.

Pengampunan pajak dianggap sukses apabila terdapat kenaikan penerimaan pajak untuk jangka panjang dan bukan untuk jangka pendek. Terdapat berbagai jenis pengampunan pajak, antara lain pengampunan pajak dalam bentuk penghapusan pokok pajak atau hanya atas penghapusan sanksi pajaknya saja.

Dalam program pengampunan pajak yang ditawarkan oleh pemerintah sekarang ini hanya berupa penghapusan sanksi perpajakan saja dan bukan atas pokok pajaknya.

Pemilu 2009

Sebagai produk kebijakan pemerintah, seharusnya sebelum menggulirkan program pengampunan pajak didahului oleh penelitian yang mendalam mengenai karakteristik wajib pajak yang ada sekarang ini, apakah dikategorikan sebagai wajib pajak patuh atau tidak. Hal ini penting untuk menjawab pertanyaan apakah wajib pajak memang menginginkan pengampunan pajak tersebut. Jangan-jangan wajib pajak yang ada sekarang ini adalah wajib pajak patuh yang tidak perlu ada pengampunan pajak atau sebaliknya yaitu wajib pajak yang tidak patuh dan memang menginginkan adanya pengampunan pajak.

Kenapa identifikasi wajib pajak ini penting dilakukan? Karena program pengampunan pajak mempunyai implikasi negatif yang harus dipertimbangkan yaitu mencederai rasa keadilan wajib pajak yang selama ini telah patuh membayar pajak, sehingga dapat terjadi pengampunan pajak justru akan menurunkan tingkat kepatuhan wajib pajak.

Menurut Benno Torgler dan Christoph A. Schaltegger (2005), pengampunan pajak sebaiknya diberikan hanya sekali saja dalam suatu generasi (once per generation). Pengampunan pajak yang diberikan berkali-kali menyebabkan wajib pajak akan selalu menunggu program pengampunan pajak berikutnya dan ini akan mendorong wajib pajak untuk tidak menjalankan kewajiban pajaknya dengan benar.

Oleh karena itu, apabila program pengampunan sanksi pajak yang ditawarkan oleh pemerintah sekarang ini ingin sukses maka tidak boleh ada isu tentang program pengampunan pajak jilid berikutnya.

Sayangnya, pengampunan sanksi pajak sekarang ini berada pada tahun-tahun terakhir suatu rezim pemerintahan yang sebentar lagi akan menghadapi Pemilu 2009. Apabila terdapat partai politik peserta Pemilu 2009 mengusung isu pengampunan pajak dalam bentuk pengampunan pokok pajak maka tentu akan mengganggu program sunset policy yang kini lagi gencar-gencarnya dikampanyekan.

Kalau ini terjadi, wajib pajak tentu akan mempertimbangkan program pengampunan pajak yang ditawarkan oleh partai politik peserta Pemilu 2009 tersebut dan mengabaikan program pengampunan sanksi pajak yang diberikan sekarang ini.

Akan tetapi, walaupun pajak merupakan penopang terbesar APBN kita, ironisnya pajak belum menjadi program jualan partai politik peserta Pemilu 2009 sekarang ini. Dengan demikian, isu pengampunan pajak masih jauh untuk menjadi agenda rezim pemerintahan terpilih kelak.

Kalau memang benar demikian, tidak ada pilihan bagi wajib pajak yang tidak patuh untuk tidak memanfaatkan program pengampunan sanksi pajak yang ditawarkan saat ini, serta jangan pernah berpikir dan berharap untuk menunggu pengampunan pajak jilid berikutnya. Ibarat peribahasa, tidak ada rotan akar pun jadi.

Oleh Darussalam
Program Pascasarjana Ilmu Administrasi dan Kebijakan Perpajakan, FISIP UI

error: Content is protected