JAKARTA – Melemahnya penerimaan negara disebabkan Indonesia masih terpukul dampak negatif dari krisis ekonomi dunia. Pelambatan ekonomi global yang berimplikasi pada kinerja ekspor mengakibatkan menurunnya penerimaan perusahaan, sehingga berdampak terhadap penerimaan negara dari perpajakan.
Demikian pandangan pengamat ekonomi dari CIDES Umar Juoro di Jakarta, Minggu (10/5).
Sebelumnya, Dirjen Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan Herry Purnomo mengatakan hingga 30 April, total penerimaan dalam negeri tercatat 234,62 triliun rupiah atau hanya 23,82 persen dari target APBN 2009.
"Penurunan penerimaan merupakan refleksi melemahnya perekonomian. Kunci utama agar pelemahan ekonomi tidak berlanjut makin dalam yakni dengan mengoptimalkan stimulasi ekonomi yang dialokasikan," kata Umar.
Melemahnya kondisi ekonomi global, lanjut dia, sudah berimbas cukup dalam bagi perekonomian domestik yang mengakibatkan penurunan laba cukup signifikan bagi perusahaan di Indonesia. "Laba perusahaan turun, sektor industri melemah, maka penerimaa dari pajak perusahaan juga dipastikan melemah," jelas dia.
Namun jika dibandingkan dengan kondisi perekonomian negara-negara tetangga, lanjut Umar, kondisi ekonomi Indonesia dinilai masih lebih baik. Agar pelemahan penerimaan tidak berlanjut makin dalam, pemerintah harus mengoptimalkan stimulus ekonomi yang sudah direncanakan.
"Agar membantu pemulihan kondisi ekonomi sehingga multiplier effect dari stimulus dapat dirasakan pelaku usaha dan laba perusahaan kembali membaik," katanya.
Penerimaan negara terbesar memang berasal dari penerimaan perpajakan yang porsinya mencapai 70 persen dari total penerimaan.
Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Harry Azhar Azis mengatakan akibat menurunnya penerimaan perpajakan, pemerintah dipastikan akan mengajukan APBN Perubahan pada Juni mendatang.
Namun walau penerimaan negara mengalami penurunan, pemerintah sudah tidak memiliki ruang fiskal yang lebar jika harus mengupayakan pembiayaan dengan menaikkan defisit anggaran.
"Defisit 2,5 persen itu sudah maksimal, karena porsi yang 0,5 persen harus diberikan kepada daerah, dan sepertinya porsi itu sudah digunakan daerah," tutur Harry.
Basis Perhitungan
Namun Menteri Keuangan/Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menilai penurunan penerimaan negara dari penerimaan pajak masih dalam kisaran yang pernah disampaikan ke DPR.
Penurunan penerimaan itu, lanjut dia, akan digunakan sebagai basis perhitungan asumsi makro yang ideal dalam APBN-P. Tetapi untuk estimasi yang sifatnya lebih pasti akan disampaikan ke DPR pada laporan semester pertama 2009.
"Nanti akan ditentukan apakah seluruh akurasi proyeksi berdasarkan estimasi proyeksi ekonomi 2009 ini sesuai dengan yang kita sampaikan pada saat bicara penurunan stimulus," paparnya.
Sementara itu, Herry Purnomo mengatakan dari jumlah penerimaan 234,62 triliun rupiah yang tercatat hingga April 2009, sektor perpajakan menyumbang 197,25 triliun rupiah dan penerimaan nonpajak (PNBP) sebesar 37,36 triliun rupiah.
"Penerimaan lebih kecil dari sisi nominal dan persentase. Tahun kemarin (Januari-April 2008) sebesar 28,47 persen atau 254 triliun rupiah," kata dia.
Menurut Herry, seluruh pos penerimaan rata-rata mengalami penurunan dibandingkan periode Januari-April 2008. Penurunan terbesar terjadi pada pajak perdagangan internasional, yang pada 2008 sebesar 10,8 triliun rupiah kemudian anjlok menjadi 6,07 triliun rupiah atau sekitar 21,32 persen pada 2009.
Untuk setoran pajak pertambahan nilai (PPN) mengalami penyusutan sedikit lebih rendah, yakni dari 56,35 triliun rupiah pada 2008 menjadi hanya 52,56 triliun rupiah atau 21,07 persen pada tahun ini.
Penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) sebesar 117,56 triliun rupiah atau 32,89 persen dan cukai 18,068 triliun rupiah (36,51 persen). Dengan demikian total penerimaan pajak dalam negeri yang dibukukan pemerintah dalam empat bulan pertama tahun ini 191,17 triliun rupiah atau 27,42 persen dari target APBN.
"Untuk pajak lainnya masih kecil. Penerimaan memang agak menurun, tapi kalau belanja masih lebih bagus," kata dia.