Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (5/4), menyatakan, realisasi penerimaan pajak per triwulan I-2016 di bawah tahun lalu. Hal ini, antara lain, disebabkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang rendah.
"Sebagian konsumsi di triwulan I belum terlalu kuat. Sebagian lagi disebabkan karena restitusi," kata Bambang.
Menurut Bambang, realisasi per triwulan I-2016 sekitar 13 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 1.360 triliun. Dengan demikian, realisasi Januari-Maret 2016 sekitar Rp 177 triliun. Pencapaian ini Rp 4 triliun lebih rendah daripada realisasi periode yang sama tahun lalu.
Ditanya mengenai proyeksi realisasi pajak hingga akhir tahun, Bambang optimistis akan lebih besar daripada 2015. Tahun lalu, realisasi pajak Rp 1.056 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menambahkan, penerimaan pajak yang lebih rendah per triwulan I-2016 terutama disebabkan PPN dan Pajak Penghasilan (PPh) migas yang menurun. Namun, ia tidak merinci nilai penurunan itu.
"Sampai dengan akhir tahun, saya akan berusaha semaksimal mungkin. Pencapaian penerimaan pajak penting karena porsinya mencapai 70 persen dari total pendapatan negara," kata Ken.
Menurut Ken, pertumbuhan alami penerimaan pajak tahun ini 10 persen dari realisasi tahun lalu. Usaha ekstra yang dilakukan DJP ditargetkan menyumbang tambahan 3 persen. Dengan demikian, total pertumbuhan pajak tahun ini setidaknya 13 persen dibandingkan dengan realisasi pajak 2015 yang mencapai Rp 1.193 triliun.
Rendah
Guru Besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Gunadi berpendapat, realisasi penerimaan pajak per triwulan I-2016 sebesar 13 persen dari target itu tergolong rendah. Menurut dia, realisasi hingga Maret setidaknya sekitar 24 persen.
"Kalau realisasi yang ada sekarang baru 3,5 sampai 4 persen per bulan. Ini jauh dari aman. Mestinya, rata-rata 6 persen per bulan dengan asumsi terdapat 16 bulan dalam setahun. Maret-April dihitung ganda karena ada laporan surat pemberitahuan (SPT) pajak. November-Desember ada peningkatan pajak yang signifikan," kata Gunadi.
Menanggapi rencana pemerintah mengajukan revisi APBN 2016, Gunadi menyambut positif. Alasannya, target pajak memang terlalu tinggi. Revisi harus dibuat serealistis mungkin dengan tetap menekankan kerja keras kepada DJP agar pajak bisa maksimal.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Kompas, kemarin, pengajar Universitas Indonesia Faisal Basri berpendapat, penambahan utang pemerintah untuk menutup pelebaran defisit berisiko menyedot likuiditas bank. Hal ini akan membatasi kesempatan swasta berinvestasi.
"Pembangunan infrastruktur oleh pemerintah penting. Namun, kalau pendapatan negara terbatas, jangan paksakan. Beri kesempatan swasta juga untuk berinvestasi," kata Faisal.
Pada 2015, penerimaan pajak bulanan lebih rendah daripada realisasi 2014, kecuali pada Juli, September, dan Desember. Total penerimaan pajak pada 2015 tumbuh sekitar 12 persen dibandingkan dengan 2014.