Follow Us :

JAKARTA: Usaha tempat rekreasi dan hiburan di Jakarta semakin tidak kondusif akibat beban tarif pajak hiburan yang tinggi hingga 20% sementara omzetnya cenderung terus menurun.

Ketua Perhimpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum Jakarta (PPRHJ) Adrian Maelite mengatakan selain beban tarif pajak tersebut, para pengusaha juga menanggung dampak kenaikan cukai minuman beralkohol.

"Tak heran jika kegiatan usaha kami sekarang tidak kondusif, sangat berat karena omzet tidak sebagus beberapa tahun lalu sementara beban pajak dan cukai terlalu besar," ujarnya kemarin.

Usaha tempat rekreasi dan hiburan umum di Jakarta saat ini berjumlah sekitar 800 perusahaan, yang menjadi wajib pajak dan ditargetkan dapat memberi kontribusi ke kas pendapatan asli daerah (PAD) Pemprov DKI sebesar Rp300 miliar pada tahun ini.

Adrian mengatakan tarif pajak jasa tempat hiburan 15%-20% cukup memberatkan pengusaha karena tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada konsumen melalui harga jasa yang lebih besar.

Selain itu pola penarikan pajak tempat hiburan secara manual berpeluang terjadinya negosiasi oleh oknum petugas pajak untuk menentukan nilai yang harus dibayar resmi dan ke kantong pribadinya.

"Peluang itu terjadi karena dalam sistem manual, nilai pajak yang harus dibayar dihitung berdasarkan omzet yang ditentukan sendiri oleh pengusaha atas persetujuan petugas pajak."

Andrian juga mengungkapkan kenaikan tarif cukai minuman beralkohol sekitar 20%-40% yang baru diberlakukan bulan lalu juga memberatkan pengusaha karena dapat menekan tingkat kunjungan konsumen akibat mahalnya harga yang harus dibayar.

Adapun, kenaikan tarif cukai minuman beralkohol itu untuk golongan A (etil alkohol sampai 5%) dari Rp3.500 per lembar menjadi Rp11.000, golongan B (etil alkohol 5%-20%) dari Rp10.000 menjadi Rp30.000 dan golongan C (etil alkohol di atas 20%) naik dari Rp26.000 menjadi Rp75.000 per lembar.

"Minuman beralkohol merupakan produk yang harus disediakan di hampir seluruh tempat hiburan umum sehingga kenaikan tarif cukainya akan memengaruhi omzet usaha kami," demikian Andrian.

Hal yang sama dikeluhkan Ketua Umum Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia Taufik A. Wumu yang mengatakan pajak hiburan sebesar 20% cukup memberatkan usaha tempat hiburan dan permainan bagi keluarga di Jabodetabek dan kota lain.

"Apalagi biaya operasional juga tinggi sementara harga setiap permainan yang ditawarkan sulit dinaikkan karena ditentukan berdasarkan harga koin atau tiket masing-masing Rp100, Rp1.200 dan Rp1.500 per unit."

Tinjau ulang

Karena itu kedua pengusaha meminta pemerintah memperhatikan dan meninjau ulang besaran tarif pajak yang dikenakan bagi usaha rekreasi dan hiburan di Jakarta yang dirasa memberatkan.

Taufik dan Adrian juga sependapat agar sistem pajak secara online dapat segera diberlakukan menggantikan sistem manual yang berpotensi merugikan kas penerimaan Pemprov DKI Jakarta.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Reynalda Madjid sebelumnya mengatakan sebanyak 484 usaha restoran, hotel dan hiburan siap menerapkan sistem pajak secara online menyusul 30 restoran yang sudah menerapkannya.

"Guna mencegah terjadi kebocoran, informasi yang masuk dari sistem itu diolah dan disalurkan langsung ke sistem penerimaan PAD dan disebarkan ke unit pelaksana teknis dan suku dinas pajak yang ada."

Selain itu, lanjut Reynalda, dilakukan pemeriksaan rutin oleh petugas dari masing-masing unit pelaksana teknis dan pengawasan langsung dari konsumen.

error: Content is protected