TUNGGAKAN ROYALTI BATUBARA
JAKARTA. Pemerintah segera mencabut status cekal atas sejumlah eksekutif puncak lima perusahaan batubara. Seorang pejabat pemerintah yang mengetahui masalah ini mengungkapkan pemerintah telah memutuskan pencabutan ini.
Pemerintah membuat keputusan itu karena melihat aada niat baik dari para pengusaha tambang batubara untuk menyelesaikan kewajiban mereka. "Pencabutan pencekalan itu sudah sesuai dengan aturan perundangan,"ucap sumber itu kepada KONTAN, Rabu (8/10).
Sumber itu menjanjikan, pemerintah akan segera mengumumkan pencabutan pencekalan itu dalam waktu dekat.
Sebagai pengingat, sejak 1 Agustus 2008, pemerintah telah mencekal 14 eksekutif puncak lima perusahaan batubara karena menunggak pembayaran royalti batubara kepada pemerintah senilai total Rp 7 triliun. Tunggakan itu akumulasi sejak 2001 hingga 2007. Sedianya, pencekalan itu berlaku enam bulan atau baru berakhir 27 Januari 2009 mendatang.
Namun, pada 19 Agustus lalu, lima perusahaan itu telah menyetor uang jaminan pembayaran royalti sebesar Rp 600 miliar ke Departemen Keuangan. Pembayaran uang jaminan itu membuat pemerintah melunak dan menilai kelima perusahaan itu telah bersikap kooperatif.
Adapun kelima perusahaan itu adalah PT Kaltim Coal, PT Arutmin Indonesia, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal, dan PT Adaro Indonesia. Lima perusahaan ini merupakan perusahaan pemegang kuasa pertambangan generasi pertama di Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Batubara Nasional Jeffrey Mulyono mengaku sudah memperoleh kabar tentang pencabutan pencekalan itu. Jeffrey pun menyambut baik rencana itu. Maklum, Jeffrey juga terkena cekal karena dia bekas eksekutif di PT Berau Coal. 'Sudah ada komitmen bersama untuk menyelesaikan tunggakan, jadi tinggal diumumkan saja,"kata Jeffrey.
Namun, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Didi Widayadi tidak mau berbicara gamblang soal pencabutan cekal. Dia hanya menyatakan pencabutan itu tak menabrak Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. "Pemerintah berwenang mencabut cekal dengan mempertimbangkan itikad baik,"kata Didi.
Menurut Didi, pencabutan cekal merupakan wewenang Departemen Keuangan. Namun Didi berecana akan tetap melanjutkan proses audit, mesti status cekal itu akan dicabut. "Dicabut atau tidaknya pencekalan, BPKP terus melanjutkan proses auditnya,"kata Didi.
Saat ini, BPKP memang tengah mengaudit perhitungan pembayaran royalti liam perusahaan batubara itu kepada negara. BPKP juga mengaudit pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan (PPn) lima perusahaan itu. "Audit PPN sebentar lagi selesai dan audit PPn masih dalam proses,"jelas Didi.
Martina Prianti