Pemerintah saat ini kembali mengkaji untuk menerapkan kebijakan pajak progesif untuk kendaraan pada 2009. Hal ini merupakan salah satu langkah instrumen fiskal dengan tujuan akhir menekan konsumsi bahan bakar minyak.
"Ada pemikiran untuk memberlakukan kebijakan fiskal dengan mengurangi atau mengatur sistem transportasi sehingga bisa mengurangi subsidi BBM," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Anggito Abimanyu, akhir pekan lalu. Pajak progresif ini, sambung dia, tidak hanya diberlakukan untuk mobil namun juga sepeda motor.
Ia menambahkan kebijakan ini merupakan salah satu upaya untuk menekan konsumsi BBM di samping tetap menjalankan program konversi minyak tanah. Langkah lain yang dilakukan pemerintah untuk menekan konsumsi BBM adalah dengan penghitungan pembagian Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah dengan memasukkan unsur subsidi BBM. Dengan cara ini, pemerintah pusat menginginkan agar daerah dapat mengendalikan konsumsi energi.
Pemberlakuan pajak progresif saat ini tengah dibahas dalam undang-undang (UU) Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD). Wacana penerapan pajak progresif yang pernah mencuat adalah pajak untuk kendaraan pertama harus dibedakan dengan pajak kendaraan kedua, ketiga, dan seterusnya.
Selain menggunakan instrumen fiskal, pemerintah masih mengandalkan program konversi minyak tanah ke LPG guna menekan subsidi BBM. Untuk tahun ini program konversi minyak tanah ke elpiji ditargetkan sebesar 1 juta kiloliter. Sedangkan untuk tahun depan pemerintah menargetkan program konversi bisa mencapai 4 juta kiloliter.
Dengan demikian konsumsi minyak tanah yang mencapai 9 juta kiloliter per tahun ditargetkan tinggal separuhnya pada 2009. Ia menambahkan jika konsumsi minyak tanah sebesar 10 juta kiloliter maka subsidinya mencapai sudah Rp 10 triliun. "Kalau kita bisa kurangi subsidi separuhnya kan lumayan," jelasnya.
Dalam pembahasan Rancangan APBN 2009 disebutkan pemerintah memproyeksikan subsidi BBM dan subsidi listrik pada 2009 akan membengkak karena konsumsi BBM bersubsidi akan mencapai 38,8 juta kiloliter. Konsumsi premium melonjak dari 14,4 juta kiloliter menjadi 20,4 juta kiloliter.
Sedangkan konsumsi minyak tanah menurun, karena konversi minyak tanah ke LPG ditetapkan dari 8,4 juta kiloliter menjadi 5,8 juta kiloliter. Sedangkan solar mengalami pertumbuhan besar hampir 30 persen, dari 9,8 juta kiloliter menjadi 12,6 juta kiloliter. Padahal sebelumnya, dalam pokok-kebijakan fiskal yang disampaikan pemerintah, konsumsi BBM hanya ditetapkan 32,6 juta kiloliter.
Terkait harga minyak yang belakangan ini menundukkan penurunan, menurut dia. dampak netto penurunan harga minyak malah akan baik bagi APBN. Pasalnya risiko buat APBN adalah jika harga minyak naik. "Jadi dari sisi fiskal kita lebih cenderung positif kalau harga ICP turun," ujarnya.
Tambahan anggaran
Meski demikian pemerintah tetap memperhitungkan bantaian jika harga minyak dunia kembali naik. Untuk APBN 2008, pemerintah telah mengajukan tambahan cadangan risiko fiskal sebesar Rp 2 triliun untuk mengantisipasi harga minyak jika mencapai 150 dolar AS per barel. Untuk menambah anggaran kebutuhan belanja mendesak pemerintah juga meminta pada DPR tambahan Rp 1,2 triliun dan untuk anggaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebesar Rp 900 miliar.
Tambahan anggaran hingga akhir tahun sebesar Rp 1,2 triliun diajukan karena anggaran mendesak di dalam APBNP sudah hampir habis. "Kami mengusulkan ditambah Rp 1,2 triliun sebagai kebutuhan anggaran mendesak untuk menjaga semester kedua 2008 ini," katanya.