Follow Us :

PPN ditanggung pemerintah berarti subsidi pajak yang belum ada anggarannya

JAKARTA. Beberapa anggota DPR mulai mempersoalkan kebijakan pemerintah meluncurkan stimulus fiskal, yang salah satunya berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP). Mereka menilai, kebijakan ini harus seizin DPR karena menyangkut pemakaian anggaran negara 2009.

Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis menyoroti masalah pencatatan PPN-DTP dalam realisasi APBN yang berpotensi melampaui bujet belanja negara. "Hal ini terjadi karena APBN kita belum mengalokasikan bujet untuk menampung pengeluaran subsidi pajak yang berupa PPN-DTP itu,"katanya.

Untuk memasukkan PPN-DTP dalam anggaran, Harry menilai pemerintah harus minta persetujuan DPR. Harry mengingatkan, memasukkan subsidi pajak dalam belanja negara tanpa kesepakatan dengan DPR adalah pelanggaran UU APBN. "Karena itu pemerintah harus meminta persetujuan DPR jika ingin memberi stimulus fiskal berupa PPN-DTP,"katanya.

Menurutnya, pemerintah kemungkinan akan meminta persetujuan stimulus fiskal dalam pembahasan APBN Perubahan dengan DPR. "Tetapi jangan lupa, kalau kami tidak setuju, program ini tidak bisa berjalan,'katanya.

Sedangkan anggota Komisi XI DPR Rama Pratama mempersoalkan kemungkinan pembengkakan defisit karena program ini. Ceritanya, PPN-DTP akan masuk dalam realisasi penerimaan pajak. Tapi, secara riil tidak ada dana segar yang mengalir. Di sisi lain, PPN-DTP juga akan masuk ke dalam APBN sebagai tambahan pada pos perpajakan dan berada di sisi pengeluaran. PPN-DTP dicatat sebagai pengeluaran subsidi pajak (tax expenditure).

Sebagai akibat masuknya PPNDTP dalam anggaran perpajakan, maka Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan pengeluaran belanja secara riil, yang perhitungannya memakai persentase terhadap penerimaan dalam negeri, juga akan bertambah besar.

"Akibat tambahan pengeluaran riil DAU disisi belanja, sementara tidak ada dana segar yang masuk di sisi penerimaan perpajakan, maka defisit anggaran sebenarnya bertambah besar tambahan DAU,"kata Rama.

Menurut Rama, pemerintah terlalu memaksakan diri memakai PPN-DTP yang sebenarnya tidak dikenal dalam UU Pajak Pertambahan Nilai maupun Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Dengan menggunakan PPN-DTP, pemerintah memang bisa memasukkan angka potensial kehilangan pajak ke dalam realisasi penerimaan pajak dalam APBN. Tujuannya untuk meningkatkan tax ratio sehingga kinerja realisasi penerimaan pajak kelihatannya lebih baik. "Padahal pada kenyataannya dana tunai yang masuk ke kas negara justru berkurang,"kata Rama.

Oleh sebab itu, Rama menyarankan pemerintah sebaiknya menggunakan fasilitas pajak yang ada dalam UU Perpajakan sebagai sarana stimulus fiskal. "Tidak perlu ada upaya mempercantik APBN, subsidi itu tidak perlu dicatat sebagai penerimaan pajak, toh kita semua tahu pajak yang hilang itu untuk menggerakkan sektor riil,"kritik Rama.

Amal Ihsan Hadian

error: Content is protected