JAKARTA: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta tegas menyikapi tunggakan royalti batu bara mengingat kasus ini melibatkan Depkeu dan Departemen ESDM yang dinilai tidak konsisten dalam menanganinya.
Ketua Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Denny Indrayana mengatakan ketegasan Kepala Negara diperlukan mengingat kisruh ini melibatkan dua instansi pemerintah, yaitu Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Departemen Keuangan.
"Sebagai pemimpin keduanya, SBY [Susilo Bambang Yudhoyono] dapat mengambil keputusan dan langkah yang jelas dan tegas," ujarnya dalam diskusi bertajuk Penegakan Hukum terhadap Pembangkang Royalti Batubara, di gedung DPR/MPR, kemarin.
Pemerintah, pinta Denny, harus menjelaskan kepada publik besarnya nilai royalti dan restitusi pajak setiap perusahaan batu bara yang masih menahan pembayaran piutang negara. Tujuannya agar penyelesaian kasus ini dapat dilakukan secara tuntas dan tidak mengambil jalan pintas yang hanya mengedepankan win-win solution.
Bayar utang
Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia untuk Sumber Daya Mineral Herman Afif Kusumo mengemukakan perusahaan batu bara telah memberikan komitmen untuk membayar tunggakan royalti senilai Rp7 triliun.
Penyelesaian tunggakan itu akan difinalisasi dalam pertemuan pengusaha batu bara dengan Dirjen Kekayaan Negara hari ini. Perusahaan itu, lanjutnya, telah bisa menerima apa yang diminta pemerintah.
"Semua kewajiban, apalagi royalti, hukumnya wajib dibayar. Mumpung harga batu bara sedang bagus, kami meminta soal royalti itu bisa segera tuntas dan dibayar."
Namun, soal agenda pembayaran tunggakan royalti itu dibantah oleh Presdir Bumi Resources Tbk. Ari S. Hudaya. "Kami baru membahasnya besok [hari ini]. Hingga kini belum ada komitmen itu [pembayaran tunggakan royalti].
Sumber Bisnis lainnya menilai tunggakan royalti perusahaan batu bara itu relatif kecil dibandingkan dengan pajak yang disetor perusahaan rokok dan Freeport . "Freeport membayar hingga Rp20 triliun, sedangkan pajak PT Gudang Garam sekitar Rp15 triliun."
Sekjen Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Juangga Mangasi menilai pemerintah dapat melakukan default terhadap perusahaan tambang batu bara generasi I yang menahan pembayaran royalti.
Menurut dia, pemerintah bisa menggunakan Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan.
"Pemegang PKP2B [Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara] harus melaksanakan kewajibannya termasuk di dalamnya pembayaran royalti. Jika tidak, pemerintah dapat menjatuhkan default," tegas Mangasi.
Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsudin mengatakan komisinya akan mendesak Kejaksaan Agung atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki kemungkinan ada unsur korupsi di balik kasus royalti. "Pada kondisi sekarang lebih baik KPK yang menangani."
Dirjen Mineral, Batu bara dan Panas Bumi Bambang Setiawan menargetkan penyelesaian mekanisme pembayaran akan dilakukan sebelum pidato Kenegaraan Presiden pada 17 Agustus.
Presiden Yudhoyono kemarin memanggil Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro. Menurut Mensesneg Hatta Radjasa, Presiden memberikan arahan supaya masalah royalti batu bara itu disesuaikan dengan aturan hukum.
Hatta memberi sinyal akan ada perubahan ketentuan royalti dan restitusi pajak batu bara. Namun, lanjutnya, Menteri ESDM dan Menkeu yang akan melakukan perubahan itu.
Firman Hidranto