JAKARTA – Pemerintah memiliki kewenangan dalam menentukan batas atas tarif pajak yang akan diberlakukan oleh setiap daerah.
Hal tersebut diungkapkan dalam konsep RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang saat ini sedang dalam pembahasan dengan DPR.
"Tarif maksimal ada di RUU, tapi kalau tarif efektif akan ditetapkan pemerintah. Jadi pemerintah punya intervensi," ucap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu, seusai Peluncuran Sukuk Perdana, di Jakarta, Selasa (26/8/2008).
Ia mencontohkan, dalam RUU, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditetapkan maksimum 10 persen. Tapi kalau pemerintah menetapkan tarif efektif untuk saat itu 3 persen, maka daerah harus menerapkan tarif dalam kisaran yang ditetapkan pemerintah.
Dengan kata lain, dalam konsep RUU tersebut, pemerintah juga punya kewenangan untuk menetapkan tarif berdasarkan progresivitas. Sehingga, bukan berarti ketika RUU PDRD disahkan pada 2009, maka tarif sekira 10 persen langsung diterapkan.
"Itu masih kita bahas dengan DPR. Tapi dengan RUU PDRD yang sekarang, pemerintah dapat menetapkan tarif yang berlaku. Melalui PP baru," jelas Anggito.
Selain itu, ia menambahkan, bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif empat jenis pajak kendaraan bermotor dan retribusi yang ada di RUU PDRD tersebut secara bersamaan.
Ini dikarenakan bisa membahayakan sektor industri. Empat pajak kendaraan bermotor tersebut adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Balik Nama Kendaraan Bermotor (PBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan Pajak Parkir serta retribusi Pengendalian Lalu Lintas.
"Tidak bisa dinaikkan sekaligus. Karena dampaknya industri akan berpengaruh. Selain itu, komponennya kan juga banyak, ada PKB, pajak parkir, dan sebagainya. Jadi nanti akan dipilih mana instrumennya, bisa salah satu," jelasnya. (ade)
Mochammad Wahyudi