Jakarta, Kompas – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak mempersempit peluang pelanggaran pajak dan kepabeanan yang biasanya dimungkinkan terjadi dalam transaksi ekspor-impor. Wajib pajak kini sulit memanipulasi nilai pabean dokumen.
Pejabat Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Susiwijono mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Kamis (10/6). Dia mengatakan, wajib pajak tidak mungkin lagi memanipulasi nilai pabean yang diserahkan kepada Ditjen Bea dan Cukai karena kedua lembaga tersebut kini menghubungkan lalu lintas dokumen ekspor-impor.
Menurut dia, pihaknya tengah mematangkan kerja sama pertukaran dokumen tersebut dengan Ditjen Pajak. Atas dasar itu, Ditjen Bea dan Cukai serta Ditjen Pajak akan mempersiapkan peraturan bersama yang mengatur pertukaran dokumen tersebut.
Jika peraturan bersama dua ditjen itu dikeluarkan, wajib pajak, importir, atau eksportir tidak akan dapat memanipulasi harga jual barang yang diimpor atau diekspor. Modus pelanggaran atau penghindaran kepabeanan atau penerimaan pajak biasanya dilakukan dengan menurunkan nilai pabean atau harga jual dikalikan volume barang yang diimpor atau diekspor. Dengan menurunkan nilai pabean, beban bea masuk atau bea keluar yang ditetapkan pada pengusaha itu akan mengecil.
Pada saat yang sama, pengusaha itu akan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) pajak ke Ditjen Pajak. Mereka akan memasukkan nilai dasar barang yang sama dengan harga jual yang berbeda, biasanya harga jualnya dinaikkan, sehingga margin (keuntungan) yang diperolehnya seolah-olah lebih kecil. Dengan demikian. Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibebankan kepadanya bisa diperkecil.
”Dulu mereka bisa dengan mudah memanipulasi seperti itu karena kami (Ditjen Bea dan Cukai) tidak mempertukarkan data dengan Ditjen Pajak. Dia akan dengan aman mengajukan SPT pajak tanpa khawatir akan ketahuan memanipulasi nilai pabean,” ungkap Susiwijono.
Dengan pertukaran data itu, pengusaha nakal tidak akan leluasa mengecilkan nilai pabean dan menaikkan harga jual untuk memperkecil kewajiban perpajakannya. Ditjen Bea dan Cukai akan menyerahkan data pabean kepada Ditjen Pajak yang menjadi dasar penetapan pajaknya.
Jika ternyata ada perbedaan antara data pabean dan SPT pajak, perbedaan itu dijadikan dasar penilaian ulang kewajiban bea masuk atau bea keluar oleh Ditjen Bea dan Cukai.
”Dari sini saja besar sekali penerimaan negara yang dapat diselamatkan,” tutur Susiwijono.
Disiapkan saluran
Kepala Subdirektorat Pengembangan Hukum Direktorat Transformasi Proses Bisnis Eka Dharmayanti menuturkan, Ditjen Pajak sudah menyediakan saluran (link virtual) dalam sistem telekomunikasi yang dibangun melalui Proyek Reformasi Administrasi Pajak Indonesia atau biasa disebut Pintar (Project For Indonesia Tax For Administration Reform). Hingga kini Ditjen Pajak sudah menyediakan link untuk Ditjen Bea dan Cukai serta Pengadilan Pajak. Jumlah lembaganya akan kian berkembang, bergantung pada kesediaan institusi lain yang bergabung.
Kedua saluran virtual itu akan dibangun setelah kedua belah pihak (Ditjen Pajak dengan Ditjen Bea dan Cukai atau Ditjen Pajak dengan Pengadilan Pajak) menyepakati prosedur teknisnya. Dengan adanya saluran tersebut, data penerimaan perpajakan akan semakin transparan dan putusan hakim-hakim pajak akan semakin terbuka.