Follow Us :

Jakarta – Pemerintah membebaskan pajak ekspor (PE) CPO per 1 November 2008. Pembebasan PE ini dipastikan tidak akan mengganggu pasokan CPO dalam negeri karena permintaan global juga sedang turun.

Sebelumnya jika PE CPO nol persen, eksportir lebih memilih menjual ke luar negeri ketimbang di dalam negeri.

Saat ini salah satu penggunaan CPO dalam negeri yang sedang meningkat adalah untuk memenuhi mandatori bahan bakar nabati (BBN).

Dirjen Migas Evita Legowo mengatakan, salah satu penyebab permintaan CPO turun adalah keputusan AS untuk membatasi impor CPO. Hal serupa pun akan dilakukan oleh Eropa.
 
"Karena permintaan dan harga ekspor sedang menurun, jadi masih akan ada banyak untuk dalam negeri," katanya usai coffee morning Penggunaan BBN untuk Pembangkit Listrik di Gedung Departemen ESDM, Jakarta, Rabu (28/10/2008).
 
Ketua Bidang Produksi dan Pemasaran Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Immanuel Sutarto mengakui ekspor CPO memang terus menurun setelah mencapai puncaknya pada 2006.
 
Seperti yang terjadi pada salah satu perusahaan CPO yaitu Eterindo Wahanatama. Pada 2006 Eterindo bisa mengekspor hingga 40.000 ton/tahun ke Eropa, AS, dan Australia. Sementara pada 2007 ekspor menurun drastis hingga sebesar 5.000 ton/tahun.
 
"Dan untuk 2008, kami perkirakan hanya 2.000 ton setahun," ujarnya.
 
Karena ekspor yang terus menurun tersebut, maka alokasi CPO untuk domestik pun tersisa banyak. Produksi CPO Indonesia tahun ini sekitar 18-19 juta ton per tahun. Sementara yang dipakai dalam negeri untuk kebutuhan pangan sekitar 4 juta ton.
 
"Sekitar 14 juta ton CPO diekspor. Untuk domestik hanya 3,5-4 juta ton. Tapi di luar demand-nya sedang nggak bagus, jadi mungkin bisa lebih banyak," katanya.(lih/ir)

Alih Istik Wahyuni

error: Content is protected