Follow Us :

JAKARTA. Godam pebisnis mineral dan batubara (minerba) bertambah berat. Saat harga masih sulit bangkit, mereka tertohok aturan pajak baru yang memberatkan.

Revisi Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen Pajak) No 32/2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi Bangunan (PBB) untuk Minerba mengubah dasar pengenaan PPB bagi pengusaha mineral dan batubara. Dalam aturan lama, pengenaan PBB dihitung dari nilai jual objek pajak (NJOP) yang merupakan penjumlahan NJOP bumi dan bangunan.

Namun, dalam Perdirjen baru nomor 47/PJ/2015 yang berlaku sejak 1 Januari 2016, dasar pengenaan PBB dihitung berdasarkan pengalian tarif pajak dengan nilai jual kena pajak atau NJKP. Artinya, pembayaran PBB tak lagi dihitung hanya berdasarkan luas tanah dan bangunan yang ada  di  atasnya, namun juga sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
 
Alhasil, "Beban pengusaha minerba melonjak tajam," ujar sumber KONTAN di industri batubara. Ia memberikan contoh di wilayah tambang di Kalimantan. Jika dihitung berdasarkan rumus lama, pengusaha hanya membayar PBB Rp 5 miliar, "Dengan aturan baru, yang harus dibayar Rp 15 miliar. Naik tiga kali lipat," ujarnya masygul.

Ini pula yang menyulut keberatan perusahaan penambang khususnya  batubara. "Banyak yang keberatan dengan hitungan ini," tandas Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Supriatna Sahala ke KONTAN, Rabu (24/2).

Pengusaha tak terima jika harus membayar lebih mahal. Pasalnya, hitungan baru PBB tak hanya dikenakan berdasar pajak luas tanah dan setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Sekarang dikenakan juga kandungan tambangnya," ujarnya kesal.
 
APBI dan perusahaan pertambangan yang terbebani oleh hitungan baru PBB pertambangan kini tengah mengajukan keberatan pajak kepada Dirjen Pajak.

Pengusaha minta pemerintah memberikan insentif ke mereka agar bisa bertahan di tengah harga batubara yang masih anjlok. "Bayangkan, sudah harga batubara murah, gempuran aturan dikeluarkan oleh  pemerintah bertubitubi," kata Supriatna.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menyarankan  agar Direktorat Jenderal Pajak segera menyelesaikan keluhan pengusaha pertambangan.

Hanya berdasarkan catatan Kementerian ESDM, perbedaan hitungan PBB Dirjen Pajak dengan perusahaan, umumnya di perusahaan yang memegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara atau PKP2B generasi III. "Semuanya perusahaan PKP2B  generasi  III  terkena aturan ini," ujar dia.

Adapun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, perhitungan PBB pertambangan bukan hanya atas luas tanah, "Tapi juga kekayaan bumi yang terkandung di dalamnya," ujar Mekar.

error: Content is protected