JAKARTA (SINDO) – Pemerintah segera memberlakukan pajak atas keuntungan tambahan yang diperoleh perusahaan minyak dan gas (migas) akibat lonjakan harga minyak (windfall profit).
”Dalam konteks yang baru,dengan harga minyak begini (tinggi), itu akan dihitung sejak awal dan itu akan ditender semua, cost ditender, skill ditender, sehingga pemerintah mendapatkan net,” urai Kalla di rumah dinasnya, Menteng, Jakarta,kemarin. Wapres menuturkan,pemberlakuan pajak windfall profit akan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
”Di UU yang akan disahkan itu ada windfall tax dan segera diberlakukan,”ujarnya. Pengamat perminyakan Kurtubi mendukung rencana pemerintah memberlakukan pajak ini. Bagi Kurtubi, pengenaan pajak windfall profit akan meningkatkan pendapatan dari sektor migas, terutama jika harga minyak dunia naik.
”Untuk windfall profit tax saya sependapat dengan pemerintah. Di beberapa negara lain ada yang memperoleh keuntungan 90% dari migas,”katanya. Walau begitu,Kurtubi kurang sependapat rencana penghapusan komponen cost recovery dalam kontrak bagi hasil migas.
Penghapusan tersebut akan melemahkan fungsi pengawasan pemerintah terhadap perusahaan migas. ”Pemerintah harus berpikir ulang dan lebih cermat lagi sebelum menghapus komponen cost recovery agar tidak terjadi inefisiensi. Bagaimana pun fungsi pengawasan harus tetap berada di tangan pemerintah, terutama yang terkait biaya maupun jumlah produksinya,” ujarnya saat dihubungi SINDO,kemarin.
Wapres memaparkan hasil pertemuannya dengan Presiden Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Chakib Khelil dua hari lalu. Menurut Kalla, Khelil menyayangkan keputusan Indonesia untuk keluar dari OPEC. Namun setelah memperoleh penjelasan dari pemerintah, Khelil akhirnya paham.
”Sementara ini kita net importer.Karena itu kita tahu bagaimana pentingnya ke dalam negeri, fokus ke produksi dulu. Nah, kalau produksi kita naik pada 2011–2012, kita bisa jadi net exporter lagi, kita masuk lagi,”tandas Kalla.