Follow Us :

JAKARTA. Langkah pemerintah Malaysia menurunkan tarif pajak ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil) mulai tahun depan mengancam prospek pendapatan emiten CPO di Indonesia.

Negeri Jiran itu hendak memangkas pajak ekspor CPO, dari 23% menjadi progresif 4,5%-8,5% seiring pergerakan harga antara RM 2.250 (US$ 736) hingga RM 3.600 per metrik ton mulai 1 Januari 2013.

Sebagai perbandingan, Indonesia, produsen CPO terbesar dunia, selama ini memberlakukan pajak ekspor 7,5%-22,5%, dengan mengikuti tren harga mulai US$ 750 per ton.

Aksi Malaysia itu sontak membawa sentimen negatif bagi produsen CPO Indonesia. "Yang ditakutkan, terjadi pengalihan permintaan dari Indonesia ke Malaysia," ujar Yasmin Soulisa dari Batavia Prosperindo Sekuritas.

Malaysia, saat ini, merupakan produsen CPO terbesar kedua di dunia. Pemangkasan tarif pajak berpotensi mengerek laju ekspor minyak sawit negeri tersebut.

Di sisi lain, penurunan pajak berpotensi menekan harga akibat melimpahnya suplai CPO di pasar. Sejauh ini, produksi CPO dua negara bertetangga itu mencapai 80% dari total produksi CPO dunia. "Pengaruhnya besar ke pasar global," ujar Yasmin.

Permintaan domestik

Harga bisa terancam ketika suplai melimpah sedang permintaan stagnan atau turun. Analis menilai, emiten sawit domestik sebenarnya tidak terlalu terancam dari sisi permintaan. "Untuk beberapa emiten, seperti AALI, BWPT, dan LSIP, hampir 100% untuk pasar domestik," katanya.

Namun, pendapatan para produsen itu bisa tergerus pelemahan harga. William Simadiputra, analis Trimegah Securities, mengungkapkan analisa serupa. "Tapi, efeknya tidak langsung cepat," ujarnya.

William menilai, harga saham-saham emiten CPO saat ini sudah menyesuaikan dengan penurunan harga CPO global. Maka itu, dia merekomendasikan emiten sawit dengan potensi produksi besar untuk menangkal risiko pelemahan harga.

Misalnya, BWPT dan LSIP yang memiliki volume pertumbuhan produksi cukup besar. "Keduanya punya yield per hektare yang masih bisa berkembang," kata dia.

William mencatat, kini, produksi minyak sawit mulai mulai normal lagi, hingga harga berpontensi naik akhir tahun ini. William meramal, harga CPO tahun ini berkisar RM 2.745 per ton dan akan naik jadi RM 3.050 per ton di 2013.

Menilik permintaan dari Eropa belum bangkit, William memangkas perkiraan pendapatan emiten sawit tahun ini 15% dari proyeksi semula. Eropa biasanya menampung 11% dari produksi CPO dunia. "China yang menyerap 13% produksi, kondisinya juga belum baik," imbuhnya.

Yasmin menambahkan, dari sisi historis, di akhir tahun, stok CPO Malaysia menurun. Harga berpeluang naik karena permintaan di pengujung tahun, biasanya meningkat.

Bagi emiten sawit lokal, kuatnya permintaan dari pasar domestik bisa menopang pendapatan mereka. Pasar andalan berikutnya adalah India. Berkat permintaan yang terus naik, India menjadi pasar ekspor CPO utama Indonesia selama lima tahun terakhir. Ekspor minyak sawit mentah produsen domestik ke India saat ini mencapai 48% dari total produksi.

Perkiraan Yasmin, harga CPO tahun ini rata-rata di level US$ 1.000 per ton, melemah dari harga tahun lalu, yaitu US$ 1.119 per ton. Tahun depan, harga tak akan melaju kencang karena kondisi ekonomi global masih lesu.

Berikut pandangan analis tentang prospek singkat beberapa emiten sawit lokal.

error: Content is protected