Follow Us :

JAKARTA. Pemerintah Indonesia kesulitan mencapai target rasio penerimaan pajak sebesar 12,87% dari produk domestik bruto (PDB). Bahkan pencapaian rasio pajak Indonesia terbilang masih kecil dibandingkan negara lain, termasuk bila dibandingkan dengan 20 negara dengan tingka PDB terbesar di dunia.

Inilah pendapat yang disampaikan Angel Giurria, Sekretaris Jenderal Organization for Economic Cooperation (OECD). "Jika pemerintah Indonesia serius dengan pembangunan infrastruktur dan juga perluasan sistem jaminan sosial, mereka harus mau meningkatkan rasio pajak yang saat ini masih di level 12%-an ke level yang lebih tinggi," tandas Angel Kamis (27/9).

Angel mengatakan, pemerintah Indonesia saat ini punya peluang untuk terus meningkatkan penerimaan pajak sekaligus meningkatkan rasio pajak. Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan menghapuskan pengecualian Pajak Pertambahan Nilai (PPN), mengkaji lagi pemberian insentif pembebasan pajak (tax holiday) kepada para investor (lihat tabel).

Langkah lain pemerintah Indonesia bisa terus meningkatkan kepatuhan pajak terhadap anggota masyarakat dan individu yang secara jelas memiliki penghasilan yang tinggi. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini mencapai sekitar 240 juta jiwa. Angel yakin jika pemerintah Indonesia serius meningkatkan kepatuhan pajak untuk rakyat yang berpenghasilan tinggi, potensi pajak yang tergali cukup besar.

Pemerintah Indonesia juga bisa meningkatkan penerimaan pajak mereka dengan memperluas basis pajak, meningkatkan administrasi. Kata Angel, cara ini merupakan langkah terbaik jika dibandingkan dengan Indonesia harus mengubah sistem pajak mereka yang saat ini sudah sejalan dengan praktik pajak dunia internasional.

Menanggapi ini, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, masih kecilnya rasio perpajakan yang dimiliki oleh Indonesia saat ini disebabkan oleh beda penghitungan. Selama ini penghitungan tax ratio 12% tidak memasukkannya penerimaan pajak daerah dan pajak sumber daya alam.

Tax ratio sudah 15,3%

Agus mengatakan, jika pemerintah memasukkan komponen dua penerimaan pajak tersebut dalam perhitungan rasio pajak yang digunakan oleh pemerintah dan DPR, maka rasio pajak saat ini sebenarnya bisa berada di kisaran 15,3%.

Meskipun demikian, Agus mengakui bahwa rasio penerimaan pajak saat ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi ke level yang lebih tinggi, bahkan sampai ke level 25%. Potensi peningkatan ini menurutnya ada karena sampai saat ini masih ada sekitar 84%-90% sektor yang sebenarnya punya potensi pajak yang cukup besar belum tergali.

"Jujur, kami selama ini baru bisa mendapatkan 10%-16%-an saja dari total potensi pajak yang ada, makanya itu kami akan terus berusaha untuk terus menggali potensi tersebut," kata Agus.

Pemerintah dan Badan Anggaran DPR beberapa waktu lalu akhirnya sepakat besaran rasio perpajakan tahun 2013 nanti sebesar 12,87%. Angka ini sendiri, melebihi angka yang diajukan oleh pemerintah sebesar 12,2%-12,7%.

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengaku bakal sulit untuk meningkatkan penerimaan pajak sebesar itu. Artinya kantor pajak harus menambah penerimaan sekitar Rp 10 triliun dari yang direncanakan di RAPBN 2013. Apalagi kondisi ekonomi dunia saat ini masih krisis.

Beberapa wajib pajak besar sudah mengajukan permintaan agar setoran pajak yang dibayarkan tiap bulan dikurangi. Sebab mereka merasakan bisnis lagi sepi.

Yang lebih penting lagi sebenarnya mendistribusikan pajak ke masyarakat.

 

Rekomendasi OECD Soal Perpajakan Indonesia
Memperluas basis pajak
Memindahkan sumber-sumber pajak dari sektor keuangan agar lebih dekat dengan sistem perpajakan
Me-review pajak ekspor, meningkatkan implikasi bagi ekonomi secara menyeluruh, termasuk perdagangan internasional
Tahapan untuk menghapus pengecualian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Meninjau ulang pemberian tax holiday terhadap perusahaan yang tergolong sebagai industri pioner
Meningkatkan Kepatuhan Pembayar Pajak
Meningkatkan upaya untuk menjaring pengusaha kecil agar membayar pajak misalnya dengan mengurangi pinalti untuk sementara waktu, terutama bagi mereka yang baru pertama kali membayar pajak
Meningkatkan kemampuan pegawai pajak khususnya untuk mengaudit wajib pajak yang tergolong berisiko tinggi dan wajib pajak besar, juga lebih banyak menggunakan informasi   dari pihak ketiga untuk menilai kewajiban mereka
 
Ada 38 Jutaan Warga Belum Bayar Pajak

KEMENTERIAN Keuangan sadar betul jumlah pembayar pajak di Indonesia masih terlalu sedikit jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Jadi wajar bila mereka berharap penerimaan pajak ditingkatkan.

Berdasarkan hitungan kasar Kementerian Keuangan, saat ini, jumlah warga yang berpotensi untuk membayar pajak mencapai 60 juta, sementara yang punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) hingga saat ini hanya sekitar 22 juta. Terdiri dari wajib pajak badan sebanyak 1,5 juta dan wajib pajak orang pribadi sebanyak 20,5 juta orang.

Ini artinya masih ada sekitar 38 juta warga yang berpotensi membayar pajak tapi hingga saat ini belum tercatat sebagai pembayar pajak. "Jadi kalau dilihat dari angka yang 60 juta (NPWP) itu jauh sekali. Angka-angka serupa sama untuk wajib pajak badan. Jadi kecil sekali yang baru membayar," kata Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar.

Senada dengan Mahendra, Kepala Pusat Kebijakan Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Luky Alfirman mengakui basis penerimaan pajak Indonesia yang masih kecil. "Soal basis pajak yang masih sempit. Jadi harus diperluas lagi potensial pajak kita. Kita coba ini, apalagi ada masukan OECD," kata Luky kepada KONTAN.

Untuk menambah jumlah wajib pajak dalam setahun terakhir ini kantor pajak getol melakukan sensus pajak ke pusat-pusat perekonomian seperti mall dan perumahan mewah. Tujuannya tak lain untuk melengkapi data perpajakan sekaligus menambah jumlah pemilik NPWP.

error: Content is protected