JAKARTA. Negara surga pajak atau tax haven tetap favorit bagi sejumlah perusahaan untuk menghindari perpajakan. Tak heran, nyaris semua perusahaan besar di Tanah Air dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), membentuk anak usaha bertujuan khusus atau special purpose vehicle (SPV) di negara tax heaven. Tujuannya antara lain untuk transaksi akuisisi, maupun tujuan penerbitan obligasi.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan, telah memiliki data komplet pemilik SPV di tax heaven, termasuk dari kalangan emiten saham di BEI. Mereka bagian dari 2.000 SPV yang akan ditelusuri Kementerian Keuangan. "Akan kami periksa," katanya, Selasa (22/3), tanpa menyebut identitasnya.
Nah, berdasarkan riset KONTAN, sejumlah SPV digunakan untuk membeli saham. Sebagai contoh, Farindo Investment Limited (Ltd). SPV yang dibentuk di Mauritius, itu kini memiliki 47,15% saham di BCA. Farindo merupakan SPV yang terafiliasi dengan pemilik Grup Djarum.
Selain itu, ada pula Asia Coal Energy Ventures Limited (ACE) yang dibentuk di British Virgin Island. SPV ini dibentuk keluarga Grup Sinarmas untuk mengakuisisi perusahaan tambang, PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU).
BRAU juga membentuk SPV di Singapura bernama Berau Capital Resources Pte Ltd. Perusahaan ini merupakan kendaraan BRAU untuk menerbitkan obligasi jenis guaranted secured notes senilai US$ 450 juta di Singapura.
Juru Bicara Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama mengungkapkan, data Ditjen Pajak menunjukkan bahwa jumlah SPV miliki WNI lebih dari 2.000 WNI. Datadata itulah yang akan dikejar oleh Ditjen Pajak dengan memanfaatkan fasilitas kerjasama pertukaran informasi.
Pengamat Pajak dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako menambahkan, pemerintah bisa memanfaatkan data sekunder dari kunjungan wisata WNI ke luar negeri, utamanya tujuan ke negara tax heaven. Dari data tersebut, pemerintah bisa menelusuri SPT WNI. "Buat juga regulasi baru terkait aktivitas penghindaran pajak per sektor," kata Ronny.