Follow Us :

JAKARTA, Nilai pajak untuk penggabungan (holding) enam  BUMN diperkirakan melebihi Rp 1 triliun. “Nilai pajak holding masih kami hitung, namun saya berpendapat nilai tersebut lebih dari Rp 1 triliun,” kata staf khusus Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Alexander Rusli ketika dihubungi Investor Daily, di Jakarta, Selasa (9/12).
Menurut Rusli, pajak holding yang tinggi terindikasi dari nilai perkiraan hasil penjualan saham perdana (initial public offering/IPO) pada suatu BUMN, seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III. Dia juga mengakui, masalah perpajakan merupakan salah satu kendala utama terbentuknya holding BUMN.
Enam BUMN yang direncanakan bergabung terdiri atas BUMN jasa pelabuhan (Pelindo I-IV dan Rukindo), pupuk, semen, perkebunan (PTPN I-XIV), pertambangan, dan perbankan. Sedangkan penggabungan BUMN farmasi dan karya yang masih dikaji akan diarahkan untuk melakukan merger atau akuisisi.
Dikonfirmasi terpisah, Menteri BUMN Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya akan membicarakan permasalahan nilai pajak holding BUMN dengan Ditjen Pajak. “Nilai pajak sekitar Rp 1 triliun adalah pajak kalau BUMN melakukan holding. Ini akan kita bicarakan dengan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak),” kata dia seusai Rapat Koordinasi Ketahanan Pangan dengan Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Keuangan di Jakarta, kemarin.
               
Sofyan juga memastikan semua aksi korporasi perusahaan pelat merah akan dikenai pajak, termasuk perampingan (right sizing) jumlah BUMN. Terkait hal itu, Kementerian BUMN berupaya meminta keringanan dalam penerapan kebijakan tersebut.
 “Kami menginginkan pajak holding BUMN dihapus, karena pajak itu lebih baik diambil belakangan setelah BUMN-BUMN melakukan holding dengan alasan efisiensi dan sinergisitas,”papar dia. (c124)
error: Content is protected