Follow Us :

Ditjen Pajak kini memburu wajib pajak ke perusahaan asuransi, dealer mobil, dan importir tertentu

Direktorat Jenderal (Ditjen) pajak belakangan makin giat saja menebar jala untuk menjaring wajib pajak baru. Ada jaring yang ditabur ke perusahaan konstruksi, pengembang perumahan, dan apartemen. Tak lupa juga ke perusahaan kelapa sawit dan batubara.

Nah, yang terbaru, Ditjen Pajak menyasar perusahaan-perusahaan asuransi, dealer mobil, serta importir produk tertentu. "Memang harus gencar. Kalau enggak, susah nantinya buat kami menggenjot penerimaan pajak,"tandas Direktur Ekstensifikasi dan Intensifikasi Ditjen Pajak Hartoyo.

Pasalnya, tahun 2008 Ditjen Pajak punya kewajiban menyumbang pendapatan negara sebanyak Rp 534,6 triliun. Sampai bulan Agustus lalu, korps ini baru berhasil memungut upeti Rp 367,6 triliun atau 66,78%. Padahal target tahun depan lebih gede lagi, yakni Rp 647,8 triliun.

Jelas bukan perkara gampang mengumpulkan pajak sebanyak itu. Apalagi target mereka mendekap 800.000 wajib pajak yang secara sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak alias NPWP, sampai pertengahan tahun ini sudah meleset. Pasalnya, sampai kini baru bisa menjaring 600.000 orang.

Perolehan tahun lalu juga tak sesuai target. Padahal, Ditjen Pajak sudah memakai tiga jurus. Pertama, menyisir langsung ke kantor-kantor perusahaan swasta. Kedua, menjaring karyawan badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD). Ketiga, memburu para pedagang dan pemilik kios di mal dan pusat pertokoan.

Makanya, lembaga yang dikomandani Darmin Nasution tersebut terus mencari wajib pajak baru dari semua lini. Antara lain, mereka meminta bantuan perusahaan asuransi supaya menyerahkan semua data nasabahnya dengan nilai pertanggungan atawa premi lebih dari Rp 50 juta.

Permintaan yang tertuang dalam surat edaran yang diteken kepala kantor wilayah dan kantor pelayanan pajak ini sudah sejak pekan lalu mendarat di masing-masing meja pimpinan perusahaan asuransi. Dasarnya adalah Pasal 35A undang-Undang Nomor 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.

Jadi,"Instansi terkait dalam hal ini perusahaan asuransi diminta memberikan data-data yang diperlukan kantor pajak. Tapi, kami tidak memaksa. Kalau tidak ngasih juga enggak apa-apa,"ujar Hartoyo, seraya menambahkan bahwa data yang diperlukan kantor pajak cuma berupa nama dan alamat nasabah saja.

Nah, dari situ kantor pajak akan melayangkan surat undangan ke nasabah asuransi yang preminya di atas Rp 50 juta dan belum memiliki NPWP untuk segera mengurusnya. "Masyarakat ataupun pengusaha tidak usaha takut kalau menerima surat dari kantor pajak,"kata Hartoyo.

Ditjen Pajak juga meminta bantuan serupa ke dealer mobil yang disampaikan lewat surat edaran. Isinya, agar menyerahkan data pembeli mereka, baik nama maupun alamat rumah, ke kantor pajak sewaktu menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) sebagai lampiran.

Sasaran lainnya yang juga sedang dibidik Ditjen pajak adalah para importir produk tertentu yang sudah terdaftar di Departemen Perdagangan. Maksudnya, pengusaha yang mendatangkan barang-barang elektronik, garmen, mainan anak, makanan, dan minuman siap konsumsi, serta sepatu dari luar negeri.

Ditjen Pajak mendorong importir produk tertentu mengikuti Program Sunset Policy atau penghapusan sanksi administrasi dengan mengantongi NPWP dan memperbaiki SPT. "Hanya untuk mengingatkan, supaya memanfaatkan Sunset Policy. Kalau tidak, nanti bisa kena denda,"ujar Hartoyo.

Keberatan memberi data

Tapi, rupanya, sejumlah perusahaan asuransi keberatan memberikan data nasabahnya ke kantor pajak. "Bagi kami, itu sama saja membuka kerahasiaan nasabah. Kami harus menjaga prinsip kerahasiaan di dunia asuransi,"tandas Septi Ahmad Rizal, Staf Urusan Pajak PT Asuransi Takaful Indonesia.

Segendang sepenarian, Direktur Utama Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim menyatakan, perusahaan asuransi wajib menjaga kerahasiaan data nasabah. Pihaknya bakal menolak jika tidak ada surat resmi dari regulator. "Setahu saya, data itu bisa keluar semisal ada surat resmi dari pengadilan,"tambah dia.

Lalu, ada masalah berikutnya: bagaimana caranya memberitahu ke nasabah kalau data-datanya akan diserahkan ke kantor pajak? Ini penting agar mereka tidak kaget dan mempengaruhi industri asuransi secara keseluruhan. "Pasti nanti bakal ada penurunan omzet. sebab, nasabah akan berpikir ulang mengambil asuransi,"duga Septi.

Adapun dealer mobil masih mencermati permintaan Ditjen Pajak agar memberikan data pelanggan mereka. "Jangan sampai menimbulkan ketidaknyamanan bagi si pembeli mobil,"ujar Nur Cholis, Supervisor Accounting PT Astrindo, penjualan mobil merek Daihatsu dan toyota.

PT Nasmoco, dealer Toyota di kawasan Salatiga, Jawa tengah, sudah mulai melakukan sosialisasi ke para calon pembeli mereka. Kebanyakan dari mereka mengaku merasa diingatkan untuk segera mengurus NPWP dan memperbaiki SPT. Tapi,"Memang ada satu dua yang keberatan,"kata Marketing Executive PT Nasmoco Triyanto.

Kelihatannya, semua penjual kendaraan roda empat bakal menuruti permintaan kantor pajak tersebut. Pasalnya,"Kalau tidak, maka mereka akan kena denda Rp 500.000,"ungkap Nur.

Namun, Hartoyo buru-buru membantah ketentuan tersebut. "Tidak ada itu denda,"tukasnya.

Memang, konsultan pajak Hendra Wijana bilang, meminta data nasabah atau pembeli dari perusahaan asuransi dan dealer mobil dibenarkan oleh undang-undang. Tapi,"Harus ada aturan main yang tegas. Kalau enggak, nanti bisa dipakai sebagai alat pemerasan,"tandas Hendra.

Hartoyo merasa mafhum bila banyak orang tidak setuju dengan cara-cara Ditjen pajak menjaring wajib pajak baru. Soalnya,"Mereka sudah terlanjur terlena tidak mau bayar pajak. Nah, tindakan yang salah itu kami betulkan lewat Program Sunset Policy ini,"kata dia

S.S. Kurniawan, Ali Imron H., Titis Nurdiana

error: Content is protected