Follow Us :

Auditor pajak kompeten akan ditambah

JAKARTA: Pemerintah akan menambah 6.000 auditor pajak untuk mencegah transfer pricing (manipulasi harga) ke negara-negara tax heaven.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan Indonesia sebenarnya dikelilingi oleh banyak negara yang menerapkan kebijakan tax heaven.

"Kami butuh 5.000-6.000 [auditor pajak] lagi. Itu berati dua atau tiga kali lipat dari auditor yang kompeten. Kami akan tingkatkan itu dan ini adalah pekerjaan yang panjang," jelas Menkeu, kemarin.

Dia menyebut negara penerap tax heaven itu seperti Brunei Darussalam, Filipina, Singapura, Malaysia, Makau, Hong Kong, Guernsey dan Caymand Island.

Data ini sedikit berbeda dengan versi terkini Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan National Bureau of Economic Research yang telah mengeluarkan Brunei Darussalam, Filipina, dan Malaysia sebagai tax heaven karena telah menyatakan kesediaannya untuk bersikap kooperatif. Kosta Rika dan Uruguay juga sudah dikeluarkan dari daftar tax heaven karena sikap serupa.(lihat ilustrasi)

Kendati tidak ada definisi pasti, tax heaven diartikan sebagai negara/otoritas yang tidak memiliki aturan perpajakan jelas dan tidak bersedia melakukan pertukaran informasi cukup tentang aturan perpajakan dengan negara lain.

Menurut Sri Mulyani, keterbatasan kapasitas dan kemampuan pengawasan aparatur pajak di Indonesia akan membuka peluang praktik transfer pricing yang akan menguntungkan negara-negara tersebut.

Karena itu, Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak harus membenahi kemampuan dan integritas sekitar 30.000 aparaturnya untuk bisa melayani dan mengawasi lebih dari 12 juta wajib pajak (WP).

Menkeu menyebutkan dari seluruh auditor pajak saat ini hanya separuh atau sekitar 2.000 pemeriksa yang memiliki kompetensi, integritas dan ahli di bidangnya.

Untuk mencegah dan menggagalkan praktik-praktik transfer pricing, lanjutnya, peradilan pajak juga perlu diperkuat kapabilitas dan integritas dari para aparaturnya.

Dengan begitu, diperlukan dukungan dari aparatur hukum lain, seperti dari kejaksaan dan pengadilan tata negara.

Menteri Keuangan mengingatkan langkah penertiban tax heaven ini merupakan komitmen dari para Menkeu negara anggota G-20. Tax heaven selama ini diyakini menjadi salah satu penyebab krisis ekonomi global. Pasalnya, banyak perusahaan dan lembaga keuangan, termasuk perbankan dunia yang memanfaatkan rezim ini melalui praktik transfer pricing, kemudian menciptakan akumulasi risiko yang terlalu besar.

Akibatnya, negara harus campur tangan mengatasi imbas kerugian ini dengan menggunakan anggaran negara yang berasal dari setoran pajak.

"Risiko yang tidak simetrik ini harus dikoreksi, maka itu tidak boleh ada suatu negara atau kawasan yang bisa dianggap di luar yurisdiksi atau pengawasan suatu negara. Itu berlaku untuk sektor keuangan, pasar modal maupun tax rezime."

Transfer pricing adalah sebuah upaya memindahkan keuntungan oleh sebuah perusahaan di sebuah negara kepada perusahaan lain di negara lain yang masih ada hubungan kepemilikan

Akses tertutup

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan pemanfaatan tax heaven biasanya menyangkut aktivitas perusahaan atau wajib pajak besar. Namun, besar penyelewengan pajak yang dilakukan para pengusaha tersebut sejauh ini belum bisa dihitung karena akses informasi yang masih tertutup.

"Berdasarkan komitmen G-20, akan ada sanksi bagi negara-negara yang menyembunyikan informasi, apalagi menerapkan tax heaven. Sanksinya sedang dirumuskan," tuturnya.

Ke depannya, lanjut Anggito, information sharing akan menjadi suatu keharusan bagi seluruh negara guna mengungkapkan kasus-kasus penggelapan atau pelarian pajak.

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ikhsan Modjo menuturkan banyak warga Indonesia yang melakukan praktik cuci uang di banyak negara penganut rezim tax heaven. Hal ini disinyalir menyebabkan terjadinya capital flight.

"Banyak praktik cuci uang orang Indonesia dilakukan di banyak negara dan Ini bisa menyebabkan aliran modal balik."

Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein memastikan ada sejumlah tindak kriminal dalam bentuk transfer pricing ke sejumlah negara.

Jumlah modal yang dilarikan, dia tidak bisa memastikan, tetapi tidak berbeda jauh dengan penelitian dari sejumlah lembaga internasional, a.l. Merrill Lynch.

"Yang jelas ada proceeds of crime ke negara tax heaven seperti Singapura dan lain-lain."

Pengamat perpajakan dari Tax Center Universitas Indonesia Darussalam menilai penertiban terhadap tax heaven secara internasional memang perlu dilakukan.

"Tetapi karena tax heaven itu sendiri tidak mempunyai definisi yang pasti dan masing-masing negara bisa saja berbeda dalam mendefinisikannya. Dari sudut pandang Indonesia harus mempunyai ketentuan pajak sendiri tentang tax heaven," katanya, kemarin.

Dia menjelaskan tax heaven pada dasarnya adalah suatu negara yang dengan sengaja memberikan fasilitas pajak berupa tarif pajak yang rendah kepada WP negara lain agar penghasilan dari WP negara lain tersebut dialihkan ke negara mereka.

Oleh karena itu, tegasnya, pemerintah harus menerbitkan aturan mengenai kategori negara mana saja yang dimaksudkan sebagai negara tax heaven.

"Apabila ada WP yang mengalihkan penghasilannya ke negara tax heaven tersebut [yang masuk dalam kategori] maka penghasilan yang dialihkan tersebut dapat dikenakan pajak atas dasar tarif yang berlaku berdasarkan ketentuan pajak di Indonesia," tuturnya.

error: Content is protected