Follow Us :

JAKARTA: PT Indomobil Suzuki International perakit merek Suzuki diam-diam merampungkan program restrukturisasi perusahaan yang sudah berjalan sekitar 10 bulan lalu. Komposisi kepemilikan saham pun berubah yang diikuti perubahan nama perusahaan.

Untuk mengetahui lebih jelas restrukturisasi tersebut sekaligus strategi menghadapi krisis global, Bisnis mewawancarai Yoshiji Terada, Presiden Direktur PT Suzuki Indomobil Motor yang merupakan metamorfosis dari PT Indomobil Suzuki International. Terada menggantikan Soebronto Laras yang memasuki masa pensiun. Berikut petikannya:

Program restrukturisasi di Indomobil tampaknya sudah tuntas. Bisakah dijelaskan prosesnya dan perubahan komposisi sahamnya?

Kami dan mitra lokal [PT Indomobil Sukses International Tbk] memang sepakat melakukan jual beli saham. Transaksi ini membuat komposisi kepemilikannya berubah. Awalnya, Suzuki Motor Corporation [SMC], Jepang memiliki 49% di PT Indomobil Suzuki International [ISI/perakit merek Suzuki], tetapi dengan transaksi 41% saham ini kami [SMC] memiliki 90%, sedangkan PT Indomobil Sukses International Tbk [ISI] 9%. Transaksi saham ini sudah selesai tahun lalu.

Berapa nilai transaksi saham itu?

Maaf, saya tidak bisa mengatakan angkanya.

Dengan kepemilikan saham 90%, apa saja perubahan yang terjadi?

Ya. Kami berdiskusi banyak dengan mitra lokal saat akan melakukan sejumlah perubahan, termasuk nama perusahaan. Mereka berkeinginan agar perusahaan tetap mencantumkan nama Indomobil. Kami sempat memikirkan sejumlah alternatif nama seperti PT Suzuki Indonesia Motor atau PT Suzuki Motor Indonesia. Namun, untuk menghormati mitra lokal, kami tetap mencantumkan nama Indomobil, sehingga namanya berubah dari semula PT Indomobil Suzuki International menjadi PT Suzuki Indomobil Motor [SIM]. Selain itu, PT Indomobil Niaga International [IMNI/distributor tunggal Suzuki] juga berubah nama menjadi PT Suzuki Indomobil Sales [SIS].

Perubahan nama ini diharapkan akan memperkuat citra merek Suzuki di Indonesia sekaligus kinerja penjualan, seperti yang terjadi di India.

Di India, semula nama perusahaan tidak mencantumkan nama Suzuki meskipun kami menjadi pemegang saham terbesar. Saat itu namanya Maruti Udyog Ltd. Namun, kira-kira 2,5 tahun lalu pemegang mitra lokal menginginkan nama Suzuki dicantumkan sehingga namanya pun berubah menjadi Maruti Suzuki Ltd. Setelah berubah nama, pangsanya naik dari 50% menjadi sekitar 54%.

Sebagai presiden direktur yang baru di SIM dan SIS, apakah Anda punya strategi khusus untuk pasar Indonesia?

Di pasar global kami tengah giat mengekspos slogan-seperti yang anda sudah tahu-Way of Life. Slogan ini ini adalah wujud spirit Suzuki pada produk dan layanan. Semua orang bisa dengan mudah mengatakan Way of Life, tetapi kami menerjemahkannya dalam empat kata yakni spirit, value, sporty, dan straight forward. Spirit ini diterapkan pada semua produk kami, tidak hanya mobil tetapi juga sepeda motor.

Pada saat krisis ini, Suzuki akan fokus pada segmen pasar mobil dengan mesin berkapasitas kecil di mana kami punya reputasi baik di sini. Sekarang orang menjadi sangat rasional dalam memilih mobil. Mereka ingin kendaraan yang hemat bahan bakar tetapi juga memiliki performa mesin yang bagus dan ramah lingkungan.

Kami memiliki city car Karimun Estilo yang sejak krisis berlangsung, pangsa pasarnya naik cukup signifikan. Pada Januari 2009, pangsa Estilo mencapai 72% atau naik dibandingkan dengan 57% pada sepanjang tahun lalu.

Demikian juga dengan kendaraan kelas semi bonet [mesin di bawah tempat duduk], Suzuki menguasai pasar pasar 63% pada 2008 sedangkan pada Januari 2009 mencapai 90%. Saat ini, prisipal sedang mengembangkan kendaraan baru di kelas multi purpose vehicle untuk pasar Indonesia dan diharapkan juga akan diproduksi di sini.

Pasar otomotif domestik melemah akibat krisis, bagaimana dengan ekspektasi Suzuki?

Dalam proyeksi Suzuki, pasar akan turun 30% dari 600.000 unit pada 2008 menjadi sekitar 400.000 unit. Di sini kami ingin menjual setidaknya 56.000 unit.

Terkait dengan krisis, saya melihat industri otomotif Indonesia tidak bergantung pada pasar ekspor. Ini berbeda dengan Malaysia dan Thailand. Thailand bisa memproduksi 1 juta unit setahun dan mengekspornya sekitar 500.000 unit terutama ke Amerika Serikat. Ketika pasar AS melemah, kondisi ini tentu menyulitkan mereka.

Jadi saya berpikir sektor otomotif Indonesia semestinya bisa pulih lebih cepat dan tidak akan melemah terlalu tajam seperti Thailand.

Apa yang Anda harapkan dari pemerintah untuk membantu menghadapi krisis?

Jika dibandingkan, pasar otomotif Indonesia dan India sama-sama merosot. Namun, pada Januari Pemerintah India memangkas pajak-pajak yang terkait dengan kendaraan bermotor. Kebijakan itu banyak membantu sehingga pasar tetap berdaya beli. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia justru sedang menghitung rencana kenaikan pajak seperti bea balik nama, pajak penjualan barang mewah dan sebagainya. Itu salah. Semestinya pajak-pajak itu diturunkan. Kalau konsumen tidak punya daya beli dan pasar terus turun maka akan ada ribuan orang kehilangan pekerjaan. Kami berharap pemerintah membantu industri otomotif agar tidak jatuh terlalu dalam di tengah krisis ini.

Pewawancara: Chamdan Purwoko

error: Content is protected