Follow Us :

JAKARTA — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Anwar Nasution menyatakan tunggakan pembayaran royalti dan pajak perusahaan batu bara merupakan salah satu penyebab laporan keuangan pemerintah pusat mendapat opini disclaimer alias tidak bisa diberi pendapat. "Karena itulah harus dibereskan," katanya menjawab Tempo di kantornya kemarin.

Menurut sumber Tempo di pemerintahan, itu pula penyebab Departemen Keuangan mengambil langkah keras dengan mencekal para pengusaha batu bara agar segera melunasi tunggakan royaltinya. "Supaya laporan keuangan pemerintah tidak disclaimer lagi," ujarnya.

Anwar mendukung tindakan pemerintah mencekal beberapa petinggi perusahaan batu bara yang menunggak royalti. BPK pun kini sedang melakukan audit menyeluruh terhadap sektor batu bara.

Mengenai tunggakan pajak batu bara, Anwar mengatakan hal ini juga perlu diaudit. Untuk itu, ia meminta agar auditor BPK diberi akses oleh pemerintah agar lebih leluasa memeriksa pajak.

Audit oleh BPK terhadap pertambangan batu bara ditekankan pada penghitungan penerimaan negara bukan pajak, bagi hasil, dan pendapatan asli daerah dari sektor batu bara.

Selain itu, pemeriksaan akan dilakukan terhadap kontrak-kontrak pengusahaan pertambangan batu bara serta dampak kerusakan lingkungan akibat eksploitasi batu bara. Menurut Anwar, pemeriksaan ini dilakukan atas permintaan pemerintah daerah.

Seperti diberitakan sebelumnya, enam perusahaan batu bara memiliki tunggakan pembayaran royalti Rp 3,9 triliun, yang tak dibayarkan sejak 2001.

Direktorat Jenderal Pajak melansir tiga di antaranya memiliki kekurangan bayar pajak Rp 2,5 triliun, yang harus dicicil hingga akhir tahun.

Kepala Subaudit Bidang Perpajakan BPK Novy Palenkahu menyatakan perusahaan batu bara banyak melakukan praktek pengurangan pembayaran pajak.

Salah satu caranya dengan menjual batu bara lebih murah daripada harga pasar ke unit usahanya di luar negeri. "Dengan begitu, pembayaran pajak mereka lebih rendah," katanya.

Gunanto Es

error: Content is protected