Follow Us :

Pemprov DKI mematok penerimaan pajak tahun depan sebesar Rp9,4 triliun, naik 11% dari target 2008. Laju pertumbuhan tertinggi ada pada jenis pajak hiburan yang ditargetkan melonjak sebesar 42%. Namun, tulang punggung pendapatan tetap pada pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan yang memberikan kontribusi 62% dari total penerimaan pajak di Ibu Kota.

Pertumbuhan perolehan pajak itu di atas rencana lima tahunan DKI, 2008-2012, yang hanya ditetapkan sebesar Rp9,18 triliun pada 2009. Menurut Kepala Dinas Pendapatan DKI Reynalda Madjid, penyusunan penerimaan pajak itu atas dasar skenario optimistis, di mana faktor Pemilu 2009 mendongkrak permintaan yang pada gilirannya melambungkan penerimaan pajak.

Skenario optimistik yang mendasari penyusunan target penerimaan pajak di DKI ini perlu diacungi jempol. Sebagai aparat pemerintah, Dispenda DKI harus mampu memberikan pendapatan yang maksimal bagi negara dari pajak. Pajak merupakan sumber dana bagi jalannya pemerintahan dan pembangunan di Jakarta.

Namun, apabila kita telisik lebih mendalam kenaikan target penerimaan pajak pada 2009 itu tidak spesial. Ini karena masih bergantung pada pos lama yang telah menjadi andalan sumber pendapatan seperti tahun-tahun lalu, yaitu dari pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan.

Jenis pajak ini akan memberikan kontribusi kenaikan pendapatan yang dominan apabila Dispenda DKI menaikkan pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan, di tengah jumlah kendaraan bermotor baru yang terus meningkat di provinsi ini. Kendaraan bermotor masih menjadi alat transportasi utama dan modal kerja masyarakat untuk beraktivitas.

Padahal, sarana transportasi umum seharusnya disediakan pemerintah dan ini menjadi prioritas Pemprov DKI, sehingga bisa mengurangi beban hidup masyarakat, karena biaya transportasi yang tinggi.

DKI sebenarnya memiliki sumber pendapatan pajak yang sangat besar. Jakarta sebagai kota jasa, kota bisnis, dan pusat pemerintahan, memiliki potensi pendapatan pajak dari sektor jasa, seperti hotel, restoran, hiburan, dan reklame. Pos-pos tersebut masih memberikan kontribusi yang sedikit dibandingkan dengan pos pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan.

Seperti halnya kota-kota besar di dunia, Jakarta bisa memfokuskan sumber pendapatannya dari usaha atau kegiatan yang memberikan nilai tambah bagi pelakunya. Dispenda DKI semestinya harus lebih kreatif untuk mendapatkan pemasukan dari pos-pos yang selama ini belum digali secara optimal.

Untuk itu, penyediaan infrastruktur dan manajemen guna mendapatkan sumber baru dari sektor jasa dan bisnis harus lebih diprioritaskan.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah membangun mentalitas aparat Dispenda DKI untuk lebih mengutamakan kepentingan negara dalam menjalankan tugasnya. Kerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam pemeriksaan pajak parkir yang dinilai mengalami banyak kebocoran, serta kerja sama dengan Ditjen Pajak untuk instensifikasi dan ekstensifikasi pajak penghasilan, perlu terus ditingkatkan.

Reformasi birokrasi yang dijalankan Menteri Keuangan di Departemen Keuangan rasanya perlu dijadikan contoh untuk diterapkan juga di jajaran Dispenda DKI.

Pemprov DKI seharusnya bisa lebih adil dalam menerapkan pajak daerah, yaitu fokus pada aktivitas bisnis yang memiliki nilai tambah, dan tidak fokus pada kebutuhan dasar masyarakat seperti kendaraan bermotor.

Siapa pun yang memimpin Dispenda DKI pasti bisa menaikkan pendapatan bila hanya dengan menaikkan pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan, di tengah makin banyaknya kendaraan baru karena masyarakat memang tidak memiliki sarana transportasi massal yang murah.

error: Content is protected