Perlu dikonsultasikan ke komisi pemerintahan atau ketua partai.
JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum memastikan tak akan mengubah peraturan penggunaan nomor pokok wajib pajak dalam sumbangan dana kampanye. Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary menegaskan, jumlah sumbangan yang harus menyertakan nomor pajak juga tak akan diubah. "Tetap Rp 20 juta," kata Hafiz di ruang kerjanya kemarin.
Aturan pencantuman nomor pajak bagi penyumbang dana kampanye sempat menjadi perdebatan. Ada partai yang menolak, tapi ada juga yang menyatakan setuju demi transparansi keuangan partai. Adapun partai yang menolak menilai aturan ini bakal merepotkan penyumbang. Mereka juga meminta agar aturan ini diterapkan hanya bagi penyumbang di atas Rp 50 juta.
Hafiz mengatakan penyertaan nomor pajak untuk sumbangan di atas Rp 20 juta berdasarkan surat permintaan Direktorat Jenderal Pajak. Selain itu, KPU menilai jumlah tersebut sangat ideal karena telah melebihi batas maksimal pendapatan kena pajak, yaitu Rp 15,3 juta per tahun untuk 2009.
Menurut Hafiz, KPU mengupayakan aturan itu disahkan sebelum akhir tahun. Bahkan KPU merencanakan aturan itu sudah bisa disosialisasi ke partai politik peserta Pemilu 2009 pada 15-20 Desember. KPU saat ini tengah memfinalisasi draf itu.
Di sisi lain, Hafiz melanjutkan, KPU belum menerima format pelaporan dana kampanye dari Ikatan Akuntan Indonesia. Padahal format ini akan menjadi acuan peserta pemilihan dalam mencatat sumbangan kampanye. Komisi tetap menunggu kesediaan Ikatan Akuntan Indonesia membahas peraturan itu. "Kami memang membuat draf awal, baru mengundang mereka untuk membahasnya," ujarnya.
Sementara itu, mantan Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilihan Legislatif Yasonnah H. Laoly menyesalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum yang tetap mensyaratkan penyumbang dana kampanye minimal Rp 20 juta menyertakan nomor pokok wajib pajak. "Akan merepotkan penyumbang dana kampanye ke partai," ujarnya kemarin. Laoly sebelumnya mengusulkan agar penyertaan nomor pokok wajib pajak hanya bagi penyumbang minimal Rp 50 juta.
Komisi Pemilihan Umum, kata Laoly, seharusnya berkonsultasi dengan Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat atau para pimpinan partai politik sebelum menetapkan batas minimal sumbangan yang harus menyertakan nomor pokok wajib pajak. Sebab, kata dia, ketentuan ini bersinggungan langsung dengan kepentingan partai.
Tak dilibatkannya Komisi Pemerintahan atau para ketua partai politik dalam aturan ini, kata Laoly, mencerminkan arogansi KPU.
Hal senada dikatakan mantan Wakil Ketua Panitia Khusus RUU Pemilihan Legislatif Ignatius Mulyono. Menurut dia, KPU sebagai pelaksana undang-undang seharusnya tak membuat aturan yang tidak diamanatkan undang-undang. Dalam pembahasan RUU Pemilihan Legislatif, kata Ignatius, syarat nomor pokok wajib pajak bagi penyumbang dana kampanye telah dihapus. "KPU dalam menyusun peraturan tak boleh keluar dari undang-undang."
Pramono, Dwi Riyanto Agustiar