Pemeriksaan empat perusahaan besar itu diungkapkan Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (6/4). Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv ikut hadir.
"Tahun ini adalah tahun penegakan hukum. Artinya, kami tidak akan segan-segan melakukan penegakan hukum terhadap wajib pajak yang dianggap belum patuh atau melakukan kesalahan," kata Bambang.
Menurut Bambang, ada 2.000 penanaman modal asing (PMA) yang selama 10 tahun terakhir tidak membayar pajak sesuai ketentuan. Akibatnya, potensi penerimaan negara yang hilang mencapai Rp 500 triliun.
Haniv menambahkan, DJP memiliki data yang mengindikasikan PT Google Indonesia, PT Yahoo Indonesia, Facebook Singapore PTE LTD, dan Twitter Asia Pasific PTE LTD mengemplang pajak. Keempat perusahaan ini meraup keuntungan dari bisnis di Indonesia, terutama penerimaan dari jasa iklan.
Haniv menyatakan, pemeriksaan pajak dibatasi lima tahun ke belakang. Langkah ini untuk membuktikan pelanggaran pajak. Selanjutnya, perusahaan diminta membayar utang pajak berikut dendanya sebagai sanksi.
"Targetnya pemeriksaan selesai dalam tiga bulan. Cukup sampai membayar. Tidak perlu sampai pidana," kata Haniv.
Saat ini, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus memeriksa 19 wajib pajak.
Perwakilan
PT Google Indonesia, PT Yahoo Indonesia, Facebook Singapore PTE LTD, dan Twitter Asia Pasific PTE LTD sudah terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak. Mereka juga sudah memiliki nomor pajak wajib pajak (NPWP).
Namun, seperti dugaan DJP, keempat perusahaan ini secara kelembagaan dan akuntansi didesain untuk menghindari pajak Indonesia. Facebook Singapore PTE LTD dan Twitter Asia Pasific PTE LTD mendaftarkan diri sebagai kantor perwakilan dari perusahaan induk di Singapura.
Status badan hukum tersebut membawa konsekuensi perusahaan tidak boleh menjalankan bisnis di Indonesia. Akibatnya, DJP hanya bisa menarik Pajak Penghasilan (PPh) dari pegawai.
Faktanya, Facebook dan Twitter menjalankan bisnis di Indonesia. Namun, seluruh penghasilan mereka langsung mengalir ke perusahaan induk di Singapura. Kedua perusahaan itu tidak membayar PPh badan dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa.
Adapun Google dan Yahoo sudah mendaftarkan diri sebagai bentuk usaha tetap (BUT), pekan lalu. Selama ini, kedua perusahaan itu hanya membayar PPh pegawai dan PPN atas komisi, sementara PPh badan dan PPN atas jasa nihil. Sebab, penghasilan langsung mengalir ke perusahaan induk di Singapura.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menerbitkan Surat Edaran Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan atau Konten Melalui Internet (over-the-top/OTT), awal pekan ini. Salah satu substansinya, mewajibkan perusahaan OTT asing mendirikan BUT di Indonesia sehingga memudahkan pemerintah menarik pajak.
Country Business Head Twitter di Indonesia Roy Simangunsong menyatakan, masih akan mendiskusikan surat edaran itu ke kantor pusat Twitter.