Follow Us :

Kewajiban perpajakan BUMD gerus APBD

JAKARTA: Pemprov DKI akan meninjau ulang sejumlah kontrak kerja sama pemanfaatan aset daerah yang telah disepakati BUMD dengan pihak ketiga.

Gubernur DKI Fauzi Bowo menyatakan peninjauan ulang itu dilakukan karena selama ini, kontrak kerja sama aset tersebut terbukti belum memberikan keuntungan dan juga manfaat yang optimal baik bagi BUMD bersangkutan maupun bagi kas DKI.

“Kontrak kerja sama aset yang merugikan BUMD dan juga membebani APBD akan kami perbaiki. Kami sedang mencari rumusan yang tepat untuk digunakan dalam kerja sama aset itu kelak,” ujarnya seusai paripurna DPRD tentang laporan APBD 2008 di Jakarta, kemarin.

Gubernur menjelaskan dari pantauan terhadap kontrak-kontrak built, operate, and transfer (BOT) di sejumlah BUMD yang memiliki masa sampai 30 tahun, terlihat ada pembengkakan nilai kewajiban pajak yang menjadi beban bagi BUMD bersangkutan.

“Sekarang kami sedang hitung, bagaimana menyelesaikan kontrak-kontrak ini. Kami juga hitung berapa pajak yang harus dibayar, contohnya saja untuk pajak bea balik nama. Kami sedang cari solusinya, termasuk masalah di Atrium Senen,” katanya.

Di tempat yang sama, Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) DKI Sukri Bey mengatakan munculnya kewajiban pajak perusahaan daerah dan BUMD DKI itu disebabkan adanya pengalihan kewajiban pajak dari pihak ketiga ke BUMD bersangkutan.

Karena itu, sambungnya, pihaknya akan segera melakukan kajian terhadap BOT BUMD tersebut, dan akan diinventarisasi mana BOT pada total 26 BUMD DKI yang merugikan dan karena itu perlu ditinjau ulang, dan mana yang masih layak dipertahankan.

Manajemen BUMD

Dalam paripurna itu sendiri, sejumlah anggota DPRD DKI mendesak agar Pemprov DKI memaksa jajaran manajemen BUMD untuk bersikap terbuka guna memperbaiki kontrak-kontrak BOT yang terbukti merugikan.

“Kalau perlu, pemprov usulkan tax clearance (pemutihan pajak) guna menghindari beban pajak BUMD yang menggerus APBD. Sebab, setelah BOT berakhir, pajak BUMD langsung meningkat,” kata anggota Komisi B Abdul Wahab Djamhuri (F-Kebangkitan Reformasi).

Dia mencontohkan persoalan yang diakibatkan setelah BOT berakhir itu tampak misalnya pada PD Pasar Jaya setelah pengalihan Blok A Pasar Tanah Abang, PD PD Sarana Jaya atas pencatatan Plaza Atrium Senen, dan PD Dharma Jaya untuk transaksi sebelum 2007.

Senada dengan Abdul, anggota Komisi C Tatang Rusfandi (F-PDIP) mengatakan untuk meningkatkan kolektibilitas piutang pajak dan manajemen arus kas, Pemprov DKI perlu membangun sistem pencatatan dan pelaporan piutang pajak yang lebih rapi.

Selain itu, sambungnya, agar lebih terorganisir dan terdata, diperlukan juga pembuatan prosedur operasi standar pengelolaan pajak dan retribusi, sebagaimana direkomendasikan Badan Pemeriksa Keuangan dalam audit laporan keuangan APBD 2008.

“Minimnya pengawasan ini mengakibatkan penerimaan dari sektor pajak tidak maksimal. Padahal ini menunjukkan bahwa masih ada potensi yang selama ini belum tergali, dengan asumsi perbandingan tarif pajak dengan penerimaan pajak berada pada kurva optimum.”

Menanggapi usulan diajukan pemutihan pajak, Sukri Bey mengatakan hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat. “Sebagai salah satu pemilik, kami hanya bisa mendukung jika memang BUMD berniat mengusulkan pemutihan itu,” katanya.

error: Content is protected