Follow Us :

Sikap pemerintah terhadap enam perusahaan batu bara sebagai penunggak royalti mulai melunak dengan membuka peluang untuk meluluskan klaim perusahaan itu soal reimbursement (pembayaran kembali). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menghitung besar utang royalti dan pajak penjualan (PPn) sebesar 5% yang tidak dibayarkan pengusaha sejak 1985, serta besar reimbursement yang harus dibayarkan.

"Kebijakan ini dilakukan untuk menghormati isi PKP2B [Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara] generasi I. Kami juga akan meng-hitungnya sama-sama," ujarnya seusai raker dengan panitia anggaran DPR, kemarin.

Menurut Sri Mulyani, tunggakan royalti enam perusahaan batu bara selama periode 2001-2005 berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai Rp3,8 triliun.

Khusus untuk pajak, lanjutnya, pemerintah menyerahkan kepada para pengusaha untuk melakukan taksiran {.assessment) sendiri. Terbukanya peluang mekanisme reimbursement, diakui Sri Mulyani akan menyebabkan pemerintah harus mengeluarkan dana.

"Artinya, pemerintah secara konsep harus menyediakananggaran untuk membayar itu [klaim pengusaha]. Nah, konsep itu berbeda dengan restitusi yang harus mengurangi penerimaan pajak," ujarnya.

Mekanisme reimbursement merupakan satu dari tiga opsi yang pernah ditawarkan BPKP. Tiga opsi itu, pertama kembali pada kontrak semula dan menghitung ulang pajak penjualan dari awal kontrak. Enam perusahaan itu harus menyetor royalti dan mengembalikan pajak pertambahan nilai (PPN) masukan sejak berlakunya PP No. 144/2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan PPN.

Kedua, kontraktor membayar royalti, melaksanakan mekanisme PPN, restitusi PPN sejak 2001. Namun syaratnya, kontrak harus diamendemen.

Ketiga, kontraktor membayar royalti dan membayar pajak penjualan (PPn) dari 2001. Bila ini yang dipilih, menteri keuangan akan menyiapkan mekanisme reimbursement. Peluang penyelesaian ke arah mekanisme reimbursement juga diungkapkan Dirjen Pajak Darmin Nasution.

Bayar royalti

Pengusaha batu bara, lanjutnya, harus membayar royalti terlebih dahulu. Setelah itu, mereka bisa mengajukan klaim reimbursement. "Klaim itu nantinya ditujukan ke Departemen ESDM [Energi dan Sumberdaya Mineral]. Setelah prosesitu, kita akan hitung PPn-nya dari 1985, kemudian diaudit BPKP. Baru kita lihat siapa yang harus bayar setelah itu."

Di tempat terpisah, Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen ESDM Bambang Setiawan mengakui adanya pertemuan dengan enam perusahaan batu bara, tetapi pertemuan itu belum menyentuh pembicaraan soal opsi penyelesaian kasus tersebut.

Dirut PT Adaro Energy Boy Garibaldi Tohir juga mengutarakan kemungkinan penyelesaiannya akan dikembalikan pada kontrak PKP2B generasi I. Pada dasarnya, tambah Boy, pengusaha mempunyai iktikad baik dalam proses penyelesaian masalah ini "Insya Allah sejauh ini  Kalau soal PPn kan sudah dihapus oleh undang-undangnya. Namun, soal PPN sejauh ini nggak ada masalah."

error: Content is protected