Follow Us :

Kadin Minta Formulasi-Kategorisasi secara Adil

JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia minta pemerintah dan DPR tidak gegabah dalam menetapkan kenaikan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Hal itu dinilai bisa menimbulkan diskriminasi bagi produsen non-Jepang.  

"Usul itu bisa dimengerti asal dengan kategorisasi jelas dan adil," ujar Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Bambang Soesatyo kemarin (30/7).

Pemerintah dan DPR berencana menaikkan tarif PPnBM dari semula 10-75 persen menjadi 10-200 persen dalam amandemen UU Perubahan ketiga atas UU No.8/1983 tentang PPN dan PPnBM. Kabar itu kurang menggembirakan bagi pengusaha maupun masyarakat dalam situasi ekonomi yang sulit.

Bambang meminta pemerintah dan DPR tidak gegabah memformulasikan PPnBM. Sebab, produk yang di Indonesia diklasifikasikan barang mewah (BM) belum tentu sama dengan klasifikasi di negara mitra dagang.
"Kita cenderung menetapkan atau mengklasifikasi barang  mewah berdasar harga produk. Padahal, harga barang impor yang kita beli di sini jadi lebih mahal karena selisih kurs," tuturnya. Akibatnya, lanjut dia, produk dengan klasifikasi sederhana di negara asalnya bisa menjadi barang mewah karena harganya di pasar Indonesia lebih mahal.

Dia mengakui kebijakan menaikkan PPnBM dapat meningkatkan penerimaan negara. Namun, di sisi lain dapat menekan kelompok masyarakat berpenghasilan paspasan. "Harus ada pemilahan mana yang masuk kategori barang mewah dan mana tidak," pesannya.

Di sektor otomotif, terkait pelaksanaan perjanjian kerja sama ekonomi dengan Jepang (JI-EPA), dia menilai Indonesia bisa dinilai diskriminatif oleh mitra dagang non-Jepang. Melalui kerangka EPA, sebagai misal, produk baja Jepang akan dikenai pengurangan bea masuk, bahkan hingga nol persen. ''Produsen non-Jepang akan menuduh kita diskriminatif jika bea masuk untuk baja mereka sampai 200 persen," katanya.

Presdir PT Indomobil Sukses Internasional Tbk Gunadi Sindhuwinata menjelaskan bahwa JI-EPA menyetujui adanya fasilitas bea masuk baja sebesar 0 persen bagi industri otomotif asal Jepang.  "Bea masuk ini akan mempengaruhi biaya produsen meski nanti industri otomotif Jepang dan nonJepang sama-sama menanggung PPnBM 10-200 persen. Selisih tarif cukup besar dan akan mempengaruhi harga jual ke konsumen," jelasnya. (wir/dwi)

error: Content is protected