Jakarta, Kompas – Rencana kenaikan pajak daerah yang sedang dibahas DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menuai kritik pedas. Kenaikan pajak dinilai sebagai pemerasan secara legal terhadap warga karena sebagian besar uang hasil pajak tidak kembali kepada rakyat.
”Rencana kenaikan pajak kendaraan bermotor menjadi 10 persen dan pajak bea balik nama kendaraan bermotor menjadi 20 persen merupakan pemerasan berdalih peraturan daerah. Jika kenaikan ini terwujud, DPRD dan Pemprov DKI telah melakukan mufakat buruk terhadap warga Jakarta,” kata pengajar Ilmu Politik dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, Rabu (12/5) di Jakarta Pusat.
Menurut Andrinof, tidak ada dasar yang logis yang dapat digunakan untuk menaikkan pajak sampai dua kali lipat. Apalagi, uang dari kedua jenis pajak itu tidak digunakan sepenuhnya untuk kepentingan publik, khususnya untuk memperbaiki sarana dan prasarana transportasi publik.
Pada tahun 2009, penerimaan dari kedua jenis pajak dalam APBD DKI Jakarta mencapai Rp 5,5 triliun. Namun, anggaran yang digunakan untuk perbaikan jalan dan angkutan massal hanya sekitar seperempatnya.
Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti, Trisbiantara, mengatakan, minimnya tingkat pengembalian pajak yang terkait kendaraan ke sektor transportasi publik membuat alasan kenaikan tarif pajak dipertanyakan. Jika hanya untuk menaikkan pendapatan daerah, kenaikan pajak itu tidak ubahnya seperti merampok rakyat sendiri.
”Jika tidak dikembalikan kepada rakyat, untuk apa uang hasil pajak itu? Pemerintah membebani kendaraan pribadi dengan pajak yang begitu tinggi, tetapi tak membenahi angkutan umum sehingga warga benar-benar tak memiliki pilihan untuk transportasi,” kata Trisbiantara.
Dengan dana hasil pajak yang begitu besar, Pemprov DKI seharusnya segera menyempurnakan pelayanan bus transjakarta sampai koridor X dan memfungsikan semua angkutan pengumpannya. Tanpa perbaikan angkutan massal, pemprov membiarkan jalanan Jakarta semakin macet.
Kemacetan yang parah telah membuat jalanan Jakarta sebagai ladang ”pembantaian massal”. Ribuan orang tewas setiap tahun akibat kecelakaan lalu lintas di Jakarta.
Sebelum menaikkan pajak, Pemprov DKI harus membuktikan penggunaan uang rakyat itu untuk perbaikan sektor transportasi. Perlu ada aturan tegas untuk mengalokasikan pajak yang terkait kendaraan bermotor ke sektor transportasi publik.
Efektifkan penarikan
Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta M Sanusi mengatakan, pemerintah harus mengefektifkan sistem penarikan pajak sebelum menaikkan besaran tarif pajak. Tanpa sistem penarikan dan pengawasan yang memadai, kenaikan tarif pajak belum tentu menggandakan pemasukan daerah.
”Sistem online pajak dan audit berkala terhadap semua institusi penarik pajak harus diefektifkan agar jumlah pajak yang masuk sesuai dengan potensinya. Saat ini, penarikan pajak dinilai belum optimal sehingga harus diperbaiki lagi,” kata Sanusi.
Dengan sistem penarikan dan pengawasan yang efektif dan terukur, pemasukan dari pajak justru dapat naik secara signifikan, tanpa harus menaikkan besaran pajaknya. Cara ini juga akan meminimalisasi penolakan warga terhadap kenaikan tarif pajak tersebut.