Follow Us :

Kalau mau membeli mobil mewah, belilah sekarang. Nanti, mobil-mobil itu akan naik harganya lebih dari dua kali lipat. Ini beneran. Soalnya, pemerintah sekarang tengah berniat mengerek tarif pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Akhir Juli silam, pemerintah mengusulkan kenaikan tarif PPnBM 10-200% dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang PPnBM. Pembahasan RUU itu akan dibahas di Senayan setelah masa reses berakhir.

Tak tangung-tangung, tarif PPnBM mobil mewah itu nantinya bisa sekitar 200%, dua kali lipat lebih mahal dari harga mobilnya sendiri. Saat ini, tarif pajak barang mewah berada di kisaran 10% sampai 75%. Dalam RUU yang baru ini, pemerintah mematok angka 10%-200%.

Kalau usulan itu lalu disetujui DPR, bukan mustahil minat pengguna mobil mewah-terutama mobil yang mesinnya diatas 3.000 cc akan menyusut. Makanya, kalangan pedagang mobil mewah sangat jeli dibuatnya. “Penerapannya PPnBM hingga 200% itu akan mengancam industri otomotif, terutama jenis kendaraan ber-cc besar,” kata Gunadi Sindhuwinata, Presiden Direktur PT Indomobil Sukses Internasional.

Menurut Gunadi, ancaman lebih besar akan dialami oleh industri otomotif non Jepang. Yang mereknya asal Jepang cenderung lebih aman sudah mendapat kepastian bea masuk nol persen sesuai perundingan “Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement” (IJ-EPA). Nilai bea masuk ini tentu akan memengaruhi harga jual. Kendati, kelak, pembeli mobil asal Jepang juga harus menanggung PPnBM sebesar10-200%.

Tinggallah para pemilik show room dan dealer mobil Eropa atau Amerika yang sekarang bakal dibuat pusing. Apalagi, kebanyakan mobil-mobil dari kedua benua itu masuk dalam klasifikasi mewah atau sangat mewah. Tengok saja, mobil-mobil mahal di sini umumnya punya merek Mercedes-Benz tipe S-Class, BMW seri 7, BMW X5, Jaguar tipe XF, dan Jip Hammer. Jenis Mobil itu rata-rata dibanderol diatas Rp 1 miliar.

Ada pula sedan supermewah lainnya yang jauh lebih mahal. Ada Maybach yang dijual seharga di atas Rp 12 miliar, Rolls Royce Phantom (diatas Rp 10 miliar), Bentley Continental GT (Rp 3,5 miliar lebih), Maserati (di atas Rp 3,5 miliar), dan Ferrari di atas Rp 5 miliar.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang tahun 2007, penjualan mobil kelas premium itu mencapai 3.400 unit. Tahun ini, angka itu diperkirakan melonjak menjadi sekitar 4.000 unit. Soalnya, sekarang banyak agen yang meluncurkan beragam model baru kendaraan mewah tersebut.

Sampai akhir tahun, target itu mungkin bisa tercapai. Oh, RUU tadi tentu makan waktu ketika dibahas di Senayan. Tapi, kelak, boleh jadi penjualan mobil wah itu akan terkoreksi. Yang pasti, selama semester pertama tahun ini, penjualan mobil mewah masih lumayan kenceng.

Mercedes-Benz, misalnya. Pabrikan asal Negeri Bavaria, Jerman, itu, kian mantap memimpin pasar kendaraan premium di Indonesia. Si bintang bermata tiga itu anteng mempertahankan market share sebesar 68.3%, hingga Juli lalu. Penjualan Mercedes-Benz, sampai Juli 2008, tercatat sebanyak 1.494 unit.

Pencapaian itu membuat Mercedes-Benz semakin dekat dengan target penjualanya selama 2008, yang sebanyak 2.400 unit. Kontribusi penjualan terbesar didapat dari penjualan Mercedes-Benz tipe C-Class yang mencapai 834 unit. C-Class adalah penguasa pasar luxury mid size. Di sana, C-Class memegang pangsa sebanyak 75,2%.

Mobil Mercy lain yang juga laris adalah Mercy E-Class. Penjualannya mencapai 345 unit dan memegang pangsa pasar 65,5% di segmen yang sama. Lalu, ada lagi Mercedes-Benz S-Class. Penjualannya selama paruh awal 2008 memang hanya 211 unit. Tapi, dikelasnya, luxury large car segment, S-Class adalah raja di raja. Pangsa pasarnya mencapai 80,5%.

Yuniadi Hartono, Direktur Marketing PT Daimler Chrysler Indonesia (agen Mercedes-Benz), mengatakan, selama iklim bisnis di Indonesia baik, target penjualannya yang dipatok perusahaannya akan mudah terwujud. Namun, jika iklim bisnisnya tidak mendukung, bukan hanya target perusahaannya yang tidak tercapai, tapi juga industri otomotif di dalam negeri secara keseluruhan akan terpuruk. “Kalau iklim bisnisnya gonjang ganjing, maka konsumen akan berpikir untuk beli mobil,” katanya.

Pasarnya Tidak Sampai 1%

Makanya, Yuniadi meminta pemerintah mau membuat kebijakan yang mendukung dunia bisnis. Bukan malah sebaliknya, menciptakan gejolak. Apalagi, ia bilang, pasar mobil premium di Indonesia masih terbilang kecil. Di tahun 2007, dari total penjualan mobil nasional yang mencapai 434 ribu unit, penjualan mobil premium hanya sekitar 3.000 unit. Tak sampai 1%-nya.

Itu sebabnya, Yuniadi merasa heran, mengapa pemerintah berniat menaikkan PPnBM hingga 200%? Saat ini, PPnBM untuk mobil mewah yang ia jual mencapai 75%. “Saya tidak tahu tujuan pemerintah itu apa. Berapa sih yang bisa didapat pemerintah dengan memajaki mobil-mobil yang jumlah penjualannya tidak besar?” katanya, balik bertanya. Yuniadi menegaskan, jika pemerintah tetap menaikkan PPnBm, maka market mobil premium yang sudah kecil tadi akan makin menciut lagi.

Sekarang saja, sudah banyak agen mobil mewah mengalami penurunan penjualan. Audi, misalnya. Sepanjang Januari-Juni 2008, merek itu hanya terjual sebanyak 65 unit berkurang dua unit dari perolehan semester I tahun lalu. Penjualan mobil premium lainnya, BMW, juga turun sekitar 33,1% dari 442 unit pada semester 1-2007 menjadi 332 unit pada semester 1-2208.

Nasib serupa juga dialami pabrikan asal Jerman lainnya, Volkswagen (VW). Di semester pertama 2008, penjualan VW hanya mencapai 50 unit. Jauh dari target sebanyak 190 unit.

Andrew Nasuri, Presiden Direktur PT Garuda Mataram Motor (ATPM VW), mengaku tak bisa mencapai target itu. Apalagi, produk baru andalan VW, Tiguan, tak bisa didatangkan sebanyak harapan semula, 80 unit. Garuda Mataram hanya dijatahkan 30 unit VW Tiguan oleh prinsipalnya. Makanya, kata Andrew, target yang dipegang VW saat ini dikoreksi menjadi 130 unit, hingga akhir 2008.

Tuh, kan, belum apa-apa, sudah banyak pedagang mobil mewah yang kedodoran. Jadi, apa sebenarnya niat pemerintah mematok pajak sebegitu gede? Nyari duit? Ah, itu gak seberapa. Justru, efek yang ditimbulkan bisa buruk, menciptakan kesan bahwa iklim investasi di sini kurang bersahabat. Mencari popularitas? Mungkin. Toh, Anggito Abimanyu (Kepala Badan Analisa Fiskal) sudah mengatakan, kenaikan PPnBM itu ditujukan demi keadilan.

Di sisi lain, sepertinya niat mengatrol kenaikan PPnBM juga tak kelewat ngotot diperjuangkan. Djoko Slamet Suryo Putra, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, mengatakan, usulan kenaikan PPnBM hingga 200% itu sebatas tarif yang diusulkan. “Jadi, bukan berarti nantinya PPnBM ditetapkan 200%. Bisa saja lebih rendah dari itu,” katanya.

Terus, jangan abaikan pula kecemasan seorang Bambang Trisulo, Ketua Umum Gaikindo. Menurut Bambang, jika PPnBM naik, maka penyelundupan mobil mewah akan makin kencang. Dulu, yang seperti-seperti itu juga sudah sering kejadian.

Dikky Setiawan dan Julianto

error: Content is protected