Maklum, berdasarkan catatan kantor pajak, saat ini sudah ada 6 juta perusahaan yang tercatat sebagai wajib pajak. Tapi yang rutin menyetor pajak cuma 530.000 perusahaan atau hanya 8,7% dari total wajib pajak kelas kakap itu. Sementara mayoritas lainnya masih menunggak pajak.
Penunggak pajak itu bukan berasal dari satu atau dua sektor saja, tapi hampir merata di semua sektor. "Yang masih banyak menunggak pajak adalah perusahaan pertambangan, kelapa sawit juga manufaktur," ungkap Achmad Fuad Rachmany, Direktur Jenderal Pajak, Rabu (24/10).
Karena itu, kemarin, Ditjen Pajak menjalin kerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan agar membantu penagihan pajak hingga ke pelosok daerah. Sebab, berdasarkan pengalaman setahun terakhir, para penunggak pajak itu lebih galak ketimbang aparat pajak penagih tunggakan.
Kerjasama pajak, polisi dan jaksa ini akan membidik penambang mineral, batubara dan kelapa sawit level menengah berpenghasilan Rp 10 miliar-Rp 20 miliar setahun yang tak jujur membayar pajak. Bayangkan, kendati berpenghasilan puluhan miliar rupiah, "Ada yang hanya membayar pajak kurang dari Rp 1 juta setahun," kata Fuad.
Urusan dengan polisi
Nah, dengan menggandeng polisi dan jaksa, Ditjen Pajak ingin mengefektifkan proses penegakan hukum bagi wajib pajak yang bandel seperti itu. Kantor pajak ingin menerapkan aturan seperti negara lain; wajib pajak yang bandel akan berurusan dengan penegak hukum karena dianggap telah melanggar hukum.
Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Mabes Polri, Imam Sudjarwo, menyatakan polisi siap menindak tegas para pengusaha pengemplang pajak. Dia menilai, cara ini merupakan bagian dari peran polisi untuk menjamin penerimaan pajak.
Pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, Gunadi, mengingatkan agar aparat pajak tak mudah terjebak dengan argumentasi perusahaan di sektor komoditas. Penurunan harga batubara dan kelapa sawit saat ini mudah menjadi dalih pengusaha sektor tersebut untuk berkelit dari kewajiban membayar pajak. "Harus dilihat kontraknya. Misalkan kontrak dibuat enam bulan lalu saat harga komoditas belum jatuh seperti sekarang," kata Gunadi.
Ia menyarankan, bagi perusahaan tambang, pemerintah bisa memungut pajak pertambahan nilai (PPN) langsung dari perusahaan tambang bukan kontraktor. Jika tetap bandel, kantor pajak bisa membekukan rekening perusahaan ini.