JAKARTA: Ekonom menilai insentif yang disiapkan pemerintah untuk sektor riil sebesar Rp10 triliun tidak cukup dalam mengatasi risiko perlambatan akibat krisis keuangan global.
Elfian Effendi, Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia, lembaga pengkajian kebijakan ekonomi, menilai jumlah insentif sektor riil itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan potensi penurunan ekspor nonmigas. Potensi kerugian itu bisa bertambah besar bila pemerintah benar-benar melakukan pembatasan impor.
"Kalau impor dibatasi, negara lain juga akan melakukan tindakan serupa. Itu artinya ekspor kita akan terhambat," katanya kepada Bisnis baru-baru ini.
Dia mengingatkan impor barang konsumsi hanya 8,78% dari total impor tahun lalu sebesar US$74,4 miliar atau setara US$6,54 miliar. Sisanya, justru didominasi oleh impor bahan baku penolong dan barang modal sebesar 91,22%.
Elfian mengkhawatirkan terjadinya penempatan dana sektor swasta ke luar negeri dengan alasan untuk mengantisipasi kebutuhan impor bahan baku penolong dan barang modal tersebut.
Di sisi lain, jika sektor-sektor swasta tersebut memutuskan untuk tidak melakukan impor bahan baku penolong dan barang modal-dengan pertimbangan ketidakpastian dan menahan likuiditas dolar AS-sektor-sektor ekonomi yang bergantung pada bahan baku penolong dan barang modal dari sumber impor bisa akan mengalami stagnasi produksi. "Pada akhirnya, situasi ini malah menciptakan sektor riil sulit bergerak."
Potensi menurunnya ekspor nonmigas dan impor bahan baku serta barang modal oleh sektor-sektor ekonomi RI tersebut juga akan berimbas terhadap merosotnya penerimaan pajak nonmigas yang pada 2009.
Secara umum, Greenomics memperkirakan krisis keuangan global memberi potensi ancaman kepada Indonesia sedikitnya Rp1.223,92 triliun. Jumlah ini setara dengan 35,06% nilai produk domestik bruto (PDB) berdasarkan harga berlaku 2007. Potensi ancaman tersebut diperkirakan bisa terjadi dalam satu dua tahun ke depan, jika dampak krisis keuangan global kian memburuk.
Harus dijelaskan
Di tempat terpisah, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah memberikan skema penyaluran dana Rp10 triliun untuk sektor riil yang dapat diserap dengan mudah oleh dunia usaha.
Bambang Soesatyo, Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia, mengatakan kalangan pengusaha sebenarnya sangat antusias dengan adanya alokasi Rp10 triliun untuk pemulihan sektor riil pada tahun depan.
"Persoalannya, bagaimana sektor riil dapat memanfaatkan alokasi dana sebesar itu? Inilah yang harus dijelaskan dan disosialisasikan oleh pemerintah. Kalau mereka [pemerintah] tidak memerhatikan daya serap pasar, kebijakan itu sia-sia saja," ujarnya.
Dia memperkirakan pemerintah akan menempuh mekanisme penyaluran dana tersebut yang sama dengan prosedur mendapatkan kredit perbankan. Namun, dia khawatir alokasi dana itu tidak efektif mencapai sasaran.
Bila disalurkan melalui kredit perbankan, katanya, dana itu dikhawatirkan justru akan bernasib sama dengan undisbursed loan perbankan (komitmen kredit yang belum ditarik nasabah) yang hingga semester I/2008 jumlahnya melebihi Rp200 triliun.
Dewi Astuti & Aprilian Hermawan