UU Tidak Melarang Adanya Tambahan Insentif
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengisyaratkan untuk memberikan insentif pajak tambahan, baik dalam bentuk tax holiday maupun bentuk pajak lainnya. Namun, itu hanya akan diberikan kepada investor yang tertarik menanamkan modalnya di luar Jawa dan Sumatera.
Insentif pajak itu diharapkan akan mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi secara lebih cepat, terutama di kawasan timur Indonesia.
"Ada peluang emas agar investasi tidak hanya masuk ke Jawa dan Sumatera, tetapi juga bisa tersebar ke wilayah timur Indonesia,"ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (16/7).
Menurut Hatta, pemberian insentif pajak yang maksimal, hingga melampaui insentif yang sudah diberikan saat ini, sangat mungkin dilakukan karena tidak ada satu pun undang-undang yang melarangnya.
Baik aturan tentang investasi maupun UU tentang Perpajakan sama-sama membuka peluang kepada pemerintah untuk menciptakan insentif pajak tambahan kepada investor tertentu.
"Jangan dibilang tax holiday dulu, tetapi insentif pajak. Itu lebih dimungkinkan sebab UU tidak melarang ada insentif pajak lagi. Hanya saja kmi tidak membuatnya secara umum, tetapi disesuaikan dengan investasinya. Kami sedang mengkaji ini dengan Menteri Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, dan Menteri Perindustrian. Pada prinsipnya, tidak tertutup kemungkinan untuk itu,"ujarnya.
Sementara itu, pengamat pajak Darussalam mengatakan, insentif dalam bentuk tax holiday tidak akan bermanfaat jika tidak diiringi kebijakan kebijakan pajak yang timbal balik dengan negara asal investor.
Tanpa adanya kebijakan pajak timbal balik dengan negara investor, investor tetap akan dibebani pajak dinegara asalnya, bahkan lebih besar dibandingkan dengan pajak yang akan diterima di Indonesia. Sebab, keringanan pajak di Indonesia akan dihitung sebagai tambahan penerimaan bagi investor di negara asalnya.
"Kecenderungan saat ini, negara maju tidak memberikan tax sparing (timbal balik pajak dua negara). Dengan demikian, negara tempat tujuan investasi, yaitu negara-negara berkembang lainnya, jarang menggunakan tax holiday untuk menarik investasi jika tidak ada mekanisme tax sparing dengan negara asal investornya,"kata Darussalam.
Fasilitas Pajak Penghasilan
Pemerintah kabinet Indonesia Bersatu I telah menerbitkan Peraturan pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2007 tentang fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk investasi di bidang dan atau daerah tertentu.
Insentif yang diberikan dalam aturan tersebut lebih dikenal sebagai tax allowance. Keringanan pajak yang diberikan PP no I/2007 adalah, pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persen dari jumlah penanaman modal yang dilakukan. Kedua, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, maksimum 10 tahun.
Ketiga, kompensasi kerugian yang lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 tahun. Keempat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subyek pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.
Dengan keringanan pajak ini, investor yang menanamkan modal Rp 100 miliar, misalnya, bisa menggunakan Rp 30 miliar sebagai pengurang laba kena pajak dalam laporan keuangannya. Insentif ini bisa digunakan calon investor sejak 1 Januari 2007.
Insentif lain adalah penurunan tarif PPh Badan dari 28 persen menjadi 25 persen. Itu bisa lebih rendah lagi jika perusahaan yang investasi di Indonesia terdaftar di Bursa Efek indonesia sehingga tarif PPh-nya hanya 20 persen.