JAKARTA – Pemerintah yakin insentif pembebasan pajak penghasilan Pasal 21 dapat menghambat laju pemutusan hubungan kerja. "Insentif ini akan mengurangi pemecatan, sebab beban karyawan dibebaskan," kata Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta di kantornya kemarin.
Dia bertutur, dengan insentif tersebut, perusahaan yang kinerjanya memburuk akibat krisis keuangan dunia dan tidak mampu menaikkan gaji tidak perlu memberhentikan pekerjanya. Sebab, setoran pajak karyawan yang bergaji sampai Rp 5 juta per bulan akan dikembalikan kepada karyawan tersebut.
Selain itu, Paskah melanjutkan, stimulus infrastruktur sebesar Rp 12,2 triliun yang akan dikucurkan bulan ini juga diyakini bisa membuat penyerapan tenaga kerja membaik. Ia mengemukakan, pemerintah akan mengoptimalkan dana itu untuk mendorong perekonomian. "Dana stimulus ditempatkan sebagai pendorong, bukan bagian utama dari perekonomian," ujar dia.
Rabu pekan lalu, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution mengumumkan fasilitas pajak penghasilan ditanggung pemerintah bagi pekerja dengan penghasilan kotor di atas penghasilan tidak kena pajak dan tidak lebih dari Rp 5 juta per bulan. Dengan fasilitas ini, perusahaan wajib menambahkan komponen pajak penghasilan ke dalam gaji karyawan.
Namun, tidak semua sektor usaha mendapat fasilitas ini. Insentif yang berlaku mulai Maret hingga Desember 2009 itu hanya ditujukan bagi tiga sektor usaha yang mendominasi ekspor. Ketiganya adalah pertanian, perikanan, dan industri pengolahan. "Untuk usaha pertanian, termasuk perkebunan, peternakan, perburuan, dan kehutanan," ujar Darmin.
Darmin menegaskan, insentif pajak harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja kepada karyawan saat pembayaran gaji dan tidak boleh ditunda. "Jika tak dibayarkan, akan kena sanksi sebesar 100 persen dari jumlah pajak yang tak dibayarkan," katanya. Bila telat membayar, dia melanjutkan, perusahaan dikenai denda 2 persen.
Selain itu, pemberi kerja wajib menyampaikan bukti pemotongan ke kantor pajak setempat dan memberikan daftar pekerja yang memperoleh insentif. Bukti pemotongan, Darmin menambahkan, juga diserahkan kepada karyawan.
Pemerintah mengalokasikan dana Rp 6,5 triliun untuk menanggung pajak penghasilan ketiga sektor. Darmin mengatakan pemerintah telah memiliki data dan simulasi sehingga alokasi dana tak akan melampaui kebutuhan.
"Harusnya tidak lebih, bahkan kami sudah sediakan pengamannya. Kecuali datanya berbohong," ujar dia. Mengacu pada penerimaan pajak penghasilan Pasal 21 tahun lalu sebesar Rp 48 triliun, katanya, alokasi insentif pajak tahun ini dinilainya masih masuk akal.
TAMBAHAN PENGHASILAN
Misalkan Arif, karyawan perusahaan penerbitan, bergaji kotor Rp 5 juta sebulan, menikah, dan mempunyai dua anak. Maka insentif pajak yang diterimanya sebesar Rp 153.750 per bulan. Ilustrasinya adalah sebagai berikut:
- Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21:
Penghasilan bersih setahun (dipotong biaya jabatan dan pensiun): Rp 56.700.000
Penghasilan tidak kena pajak setahun: Rp 19.800.000
Penghasilan kena pajak setahun: Rp 36.900.000
Pajak penghasilan Pasal 21 terutang sebulan: Rp 153.750 - Besar penghasilan tanpa pajak ditanggung pemerintah:
Penghasilan kotor sebulan: Rp 5.000.000
Dikurangi pensiun: Rp 25.000
Dikurangi pajak: Rp 153.750
Penghasilan bersih: Rp 4.821.250 - Besar penghasilan setelah pajak ditanggung pemerintah:
Penghasilan bersih: Rp 4.821.250
Ditambah pajak: Rp 153.750
Penghasilan total: Rp 4.975.000