JAKARTA. Selalu ada rintangan untuk sebuah niat baik. Keinginan pemerintah meringankan beban industri dalam negeri dengan memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN-DTP), sepertinya bakal tak mulus. Uni Eropa (UE) dan India melayangkan surat protes ke Indonesia karena menganggap kebijakan itu diskriminatif.
UE dan India itu mempertanyakan kebijakan pemberian insentif yang khusus bagi industri yang menggunakan bahan baku lokal saja. Sementara, pemerintah tak memberi insentif yang sama untuk produk impor yang sama-sama kena PPn 10%. mereka menganggap kebijakan ini tak adil. Maklum, PPn inilah yang menyebabkan harga produk impor jadi lebih mahal.
Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstl dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari, Uni Eropa melayangkan surat keberatan melalui Kedutaan Besar mereka di Indonesia pada 3 Desember 2008. "Menurut mereka (UE dan India), hal ini bertentangan dengan ketentuan WTO (World trade Organization), Mereka anggap itu merupakan tindakan diskriminatif,"kata Ansari, Sabtu pekan lalu (6/12).
Pada dasarnya, Departemen Keuangan memberi fasilitas PPN-DTP untuk melindungi industri dalam negeri yang terimbas krisis global. Rencananya, fasilitas ini berlaku 2009. Ada 10 sektor industri yang masuk perencanaan dengan anggaran dana Rp 10 triliun, antara lain, elektronika, tekstil dan produk tekstil baja, dan lainnya.
Ansari menganggap kebijakan ini menguntungkan industri dalam negeri. Namun demikian, ia akan memberi respon atas protes kedua negara itu.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy meminta pemerintah tak pantang mundur. Pemerintah telah mengambil kebijakan tepat. Industri dalam negeri sudah dalam tahap membutuhkan bantuan. "Apalagi, kebijakan ini kan sebenarnya untuk membantu industri di dalam negeri, dan bukan fokus ke sektor industri yang berorientasi ekspor. Jadi tak ada alasan mereka protes,"kata Ernovian.
Nurmayanti