Follow Us :

JAKARTA – Untuk menjaga perlemahan ekspor tidak terlalu tajam, pemerintah menetapkan sepuluh sektor industri mendapatkan insentif fiskal berupa subsidi pajak dan bea masuk. Subsidi pajak dan bea masuk itu diantaranya diberikan untuk impor bahan baku dan penolong.

Sektor yang telah ditetapkan dapat menerima insentif ini adalah industri makanan dan minuman, elektronika, komponen elektronika, otomotif dan komponennya, telematika, komponen kapal, kimia, baja, alat berat dan komponen PLTU skala kecil. Tidak tertutup kemungkinan sektor yang dapat menikmati insentif itu akan diperluas.

APBN 2009 telah menyediakan dana Rp 12,5 triliun untuk insentif tersebut. "Subsidi bea masuk diberikan untuk bahan baku dan dan bhan penolong. Itu nanti menjadi pajak yang ditanggung pemerintah," kata Deputi Menko Perekonomian bidang Industri dan Perdagangan, Edy Putra Irawady, di Jakarta, Senin (24/11).

Di sisi lain, menurut Edy, upaya menembus pasar alternatif ekspor untuk mengompensasi perlambatan ekonomi masih mengalami kendala. Ini disebabkan mata uang negara-negara tujuan utama ekspor itu agak sukar dikonversi. Dengan begitu dibutuhkan bank perantara yang bisa menjembatani hambatan nilai tukar tersebut.

Hal itulah yang kemudian membuat pemerintah mengundang anak usaha Bank Dunia, yakni International Finance Corporation (IFC) untuk memfasilitasi bank koresponden guna mengatasi hambatan kurs. Upaya itu terus dilakukan senyampang  pemerintah terus berusaha mencari pasar baru ekspor. "Tetapi mata uang mereka tidak ," kata Edy. Negara alternatif pasar ekspor Indonesia tersebut diantaranya negara-negara Timur Tengah dan Eropa Timur.

Pada saat krisis 1997/1998, masalah valas itu diatasi pemerintah dengan menunjuk bank korespondensi untuk melancarkan pembayaran ekspor dari Indonesia ke negara, seperti Korea Selatan dan negara-negara pecahan Rusia. "Peran pemerintah terkait penjaminan risiko dan menjamin ketersediaan likuiditas dalam rangka ekspor. Selebihnya ," ujar dia.

Untuk mengamankan sektor riil dari dampak krisis global, selama paruh kedua 2008 pemerintah telah meluncurkan beberapa kebijakan dari sisi fiskal. Beberapa diantaranya berupa penghapusan pungutan ekspor CPO, insentif pajak penghasilan (PPh) bagi sektor dan industri tertentu (melalui PP 62/2008), serta penurunan tarif PPnBM untuk produk elektronik tertentu.

Sehari sebelumnya, di Bukittinggi, Sumatra Barat, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam sebuah jumpa pers berjanji bahwa pemerintah akan membantu dunia usaha. Salah satunya dengan memotong pajak. "Pemerintah akan melakukan berbagai intervensi selama APBN masih memungkinkan," kata Sri Mulyani, Ahad (23/11) malam. Saat itu Sri mengatakan, bentuk bantuan itu antara lain pengurangan biaya masuk atau dalam bentuk pajak-pajak yang ditanggung, yang diperkirakan mencapai Rp 10 triliun.

Sementara itu, kalangan dunia usaha menilai bahwa kebijakan pemerintah terkait bea masuk tersebut belumlah menjawab masalah yang ada. Ketua Umum Hipmi, Erwin Aksa, misalnya, meminta pemerintah lebih fokus pada sektor riil untuk menekan angka pengangguran yang diprediksi melonjak. "Sebaiknya pemerintah fokus pada sektor padat karya yang diprediksi akan mem-PHK banyak orang," ujar Erwin. Ia juga meminta agar sebelum menetapkan sektor mana yang akan dibantu, pemerintah membuat kajian komprehensif lebih dulu.

Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia, Bambang Soesatyo, juga sepakat bahwa bea masuk yang ditanggung bukanlah persoalan utama sektor riil. "Yang paling dibutuhkan sektor riil adalah biaya produksi yang efisien dan pasar dengan konsumennya yang punya daya beli kuat," ujar Bambang. Sementara saat ini, baik pasar domestik maupun internasional, tengah mengalami kelesuan. 

error: Content is protected