Dalam peraturan tersebut, pebisnis dan pedagang di e-commerce perlu memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) ketika akan mendaftarkan diri pada online marketplace.
Dalam PMK e-commerce, pelaku usaha wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sesuai ketentuan yang berlaku. Jika perputaran omzet e-commerce di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun, maka pelaku usaha dikenakan tarif PPh UMKM final 0,5%. Namun, jika nilai perputaran omzetnya melebihi Rp 4,8 miliar, operator e-commerce akan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Monika Rudijono, Chief Marketing Officer Lazada Indonesia mengatakan, pihaknya mendukung upaya yang dilakukan pemerintah untuk memajukan dunia usaha. Apalagi, peraturan tersebut ditujukan untuk pengembangan bisnis pelaku UKM secara online di Indonesia.
"Terkait dengan ketentuan perpajakan untuk e-commerce, kami sebagai pelaku bisnis e-commerce marketplace di Indonesia mendukung proses komunikasi yang sedang berjalan antara pemerintah dengan para stakeholder yang terkait," ujar dia kepada KONTAN, Kamis (17/1).
VP of Public Policy & Government Relations Tokopedia, Astri Wahyuni menyampaikan bahwa pihaknya masih akan mempelajari aturan tersebut. Satu hal yang pasti, Tokopedia mendukung upaya sosialisasi dan peningkatan pendapatan negara melalui inovasi perpajakan seperti PBB online, Samsat online dan lainnya.
"Kami mengharapkan aturan dan kebijakan yang dikeluarkan selalu berpihak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan memberikan kesempatan bagi pebisnis baru di Indonesia," dia meminta.
Hal senada diutarakan Handaka Santosa, Presiden Direktur PT Panen Lestari Internusa. Dia menyambut baik aturan pajak e-commerce tersebut. Handaka mengemukakan, adanya pungutan perpajakan di level of playing field atau tingkat persaingan, maka bisnis ritel dengan e-commerce menjadi hampir setara.
"Tapi kebijakan ini belum dibarengi dengan aturan lainnya seperti produk yang dijual harus berstandar SNI. Pajak sudah jalan, tapi kenapa separuh-separuh peraturannya," ungkap Handaka.