Follow Us :

JAKARTA, KOMPAS–Wajib pajak sebaiknya menghindari praktik penggerusan basis pajak dan penggeseran laba dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, telah berkomitmen menangani praktik penggerusan basis pajak dan penggeseran laba.

Hal itu mengemuka dalam seminar perpajakan bertema “The Most Crucial Transfer Pricing Dispute Post-BEPS Era” yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama menyampaikan, masalah perpajakan sudah menjadi perhatian dunia, terutama negara-negara yang tergabung dalam G20 dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Sebab, praktik penghindaran pajak banyak terjadi.

Oleh karena itu, sejumlah negara sepakat untuk menangani masalah penghindaran pajak, terutama penggerusan basis pajak dan penggeseran laba yang merugikan negara-negara di dunia dan mengakibatkan ketidakadilan di bidang perpajakan.

BEPS merupakan pengaturan pajak oleh perusahaan-perusahaan multinasional sedemikian rupa sehingga tidak kena pajak di mana pun. Atau, jika kena pajak, pajaknya sangat minimal.

“Wajib pajak sebaiknya jujur menyampaikan laporan dan dokumen pajak dengan benar,” ujar Yoga.

Dalam APBN 2019, penerimaan pajak ditargetkan Rp 1.786,4 triliun dengan rasio pajak 12,2 persen terhadap produk domestik bruto.

Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol menambahkan, situasi perpajakan di dunia bertransformasi. Dalam era globalisasi, negara-negara saling memiliki ketergantungan dan dunia menjadi tanpa batas. Apalagi, informasi dan teknologi serta ekonomi digital berdampak terhadap lansekap perpajakan dunia. Kondisi itu memungkinkan upaya penghindaran pajak dalam suatu juridiksi muncul.

Rencana aksi BEPS mencakup semua aspek penanganan BEPS, termasuk penanganan penggerusan pajak dari transaksi digital. Dari 15 rencana aksi BEPS, empat rencana aksi sebagai standar minimal harus diimplementasikan oleh negara-negara G20 dan OECD.

Pemerintah Indonesia, lanjut Hestu Yoga, berkomitmen untuk melaksanakan ketentuan untuk menangani penghindaran pajak yang juga sudah menjadi komitmen negara-negara yang tergabung dalam G20 dan OECD tersebut. Untuk itu, Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 213/PMK 03/2016.

John Hutagaol menambahkan, dalam upaya menangani praktik penghindaran pajak, Indonesia berkomitmen melaksanakan rencana aksi BEPS, antara lain dengan menerbitkan PMK No 213/PMK03/2016 dan melaksanakan ketentuam PMK tersebut.

error: Content is protected