Follow Us :

Harga produk perikanan tertekan

JAKARTA: Para pengusaha perikanan mendesak pemerintah menghapus penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pungutan liar di sektor itu karena harga yang terus tertekan.

Saat ini, harga produk perikanan nasional tertekan 30% setelah permintaan pasar di AS terus melemah menyusul krisis global. Perdagangan produk ini ke negara itu diwarnai renegosiasi yang memundurkan pengapalan pada Oktober-Desember 2008.

Direktur Ekskutif Gabungan Pengusaha Perikanan Indonesia (Gapindo) Bambang Suboko memastikan harga produk perikanan pasti turun. Proyeksi sementara berkisar 30% diban-dingkan dengan harga normal.

"Bahkan, sekarang ini, semua pembeli menawar lagi. Kontrak yang sudah ada mereka tawar lagi. Kalau tidak bisa bertahan, daya saing tidak ada, dan biaya produksi terus tinggi, kami khawatir pnurunan harga produk kita bisa 50%," ujarnya kemarin.

AS, sebagai salah satu pasar ekspor terbesar untuk produk perikanan asal Indonesia, menyerap tuna, udang, dan ikan lainnya. Harga tuna di pasar itu kini berkisar US$1,8-US$3 per kilogram, udang diproyeksi melemah tipis sekitar 7,5% dari kisaran US$750 per ton di pasar AS menyusul krisis keuangan. Harga ikan lain, yang ma-yoritas ikan demersal atau ikan karang, jauh lebih mahal.

Hingga kini, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) belum mengambil langkah strategis untuk mendukung dunia usaha yang berpotensi mengalami perlambatan kinerja usaha hingga awal tahun depan.

Untuk menekan potensi kerugian lebih besar, kalangan pengusaha mendesak pemerintah segera menghapuskan pungutan PNBP perikanan dan me-ngendalikan pungutan liar di daerah.

Menurut Bambang, pemerintah harus mendukung pengusaha untuk menyelamatkan kinerja perdagangan dengan menekan biaya tinggi pada produksi perikanan nasional.

"Yang kami tuntut, PNBP itu segera dihapuskan karena PNBP itu memicu pungli-pungli di daerah. Dengan angka pendapatan yang hanya sekitar Rp600 juta per tahun untuk departemen, ini tidak signifikan kalau dampaknya terhadap pengusaha lebih memberatkan," tuturnya.

Tak masalah

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menyatakan krisis AS tidak akan berpe-ngaruh terhadap industri perikanan di dalam negeri.

Tiga komoditas unggulan, yaitu tuna, udang, dan rumput laut, ujarnya, tidak bermasalah dengan pelemahan ekonomi AS.

"Kami sudah melakukan konsolidasi dengan para pelaku usaha dalam mengambil langkah bersama menghadapi dampak yang akan terjadi. Kontrak-kontrak mestinya tetap berjalan," tuturnya.

Hingga Agustus 2008, nilai ekspor ke AS tercatat US$580 juta, sedangkan ke Jepang US$430 juta, dan Uni Eropa (UE) mencapai US$240 juta.

Ekspor produk perikanan Indonesia ke AS justru sempat mengalami peningkatan selama Januari-Maret 2008 sebanyak US$264,3 juta atau sebesar 27,8% dibandingkan dengan 2007 yang tercatat US$206,8 juta.

Kenaikan utama adalah udang, sebesar 57,7% menjadi US$148,7 juta, tuna 20,4% menjadi US$38,8 juta, fillet ikan US$39,5 juta, ikan beku US$7,3 juta, dan ikan kering U$4,4 juta.

Aprika R. Hernanda

error: Content is protected