Bermimpi mempunyai BUMN yang kuat memang menjadi dambaan setiap negara di dunia. Singapura misalnya memiliki BUMN Temasek dan GIC yang sangat terkenal itu. Dana yang dikelola Temasek saja pada 2007 mencapai Rp 1.202,5 triliun. Temasek bahkan mampu melakukan take-over dan akuisisi MerrilLynch di AS sampai dengan bank UBS di Swiss. Kontribusi ekonomi Temasek dan GIC menjadi sangat penting karena mampu men-drive ekonomi Singapura tumbuh dengan cepat.
Indonesia sebaliknya memiliki cerita menyedihkan terhadap BUMN-nya. Pada zaman Orde Baru, BUMN selalu tidak bisa dilepaskan dari objek penguasa yang menjadikannya sapi perah untuk kepentingan politik.
BUMN juga tidak terhindarkan dari berita miring soal korupsi dan berbagai penyalahgunaan jabatan. Pengelolaan BUMN begitu buruk sehingga rakyat akhirnya antipasti dan mencibir kinerja BUMN, dan masih ada hingga sekarang.
Eksistensi BUMN sedikit diakui pascakrisis moneter 1998, ketika ratusan korporasi swasta menyatakan bangkrut diterpa badai krisis. Mayoritas BUMN mampu bertahan kendati sulit luar biasa. PHK karyawan BUMN bisa dihindarkan, padahal sektor swasta melakukannya sehingga membuat situasi ekonomi semakin buruk.
Sektor swasta yang begitu diagung-agungkan sebagai kekuatan ekonomi mengalami titik balik yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Mereka menyatakan tidak mampu menahan krisis satu demi satu, BUMN yang distigmakan sangat buruk di luar dugaan mampu bertahan.
Kini peran BUMN semakin terasa terhadap ekonomi bangsa. Jumlah BUMN yang mencatatkan untung semakin banyak, dari 107 BUMN pada 2006 menjadi 117 pada 2007.
Sementara itu, jumlah BUMN yang rugi semakin sedikit. Jika pada 2006 jumlah BUMN yang rugi sebanyak 38 perusahaan, kemudian berkurang menjadi 33 perusahaan pada 2007. Proyeksi untuk 2008 tinggal 23 perusahaan. Perkiraan ini optimistis kendati tahun ini masih belum bisa dilepaskan dari persoalan krisis global yang belum kunjung reda.
Akumulasi kerugian operasional BUMN juga semakin kecil. Jika pada 2007 BUMN yang mencatat rugi mencapai Rp 6,6 triliun, pada tahun ini diproyeksikan hanya rugi Rp 230 miliar.
Capital expenditure (capex) dan operational expenditure (opex) kini melonjak luar biasa sehingga menjadi stimulan pertumbuhan ekonomi bangsa. Total capex dan opex BUMN kini diperkirakan Rp 1.200 triliun atau di atas RAPBN 2009.
Nilai kapitalisasi BUMN di pasar modal juga meningkat pesat menjadi Rp 560 triliun (nilai sebelum indeks BEJ jatuh 40%), padahal baru 14 BUMN yang tercatat sebagai emiten BEI. BUMN PT Telekomunikasi (TLKM) memiliki kapitalisasi Rp 159,3 triliun, sehingga menjadi emiten terbesar dan sebagai penggerak utama mekanisme pasar modal domestik.
Sementara itu, nilai deviden juga meningkat tahun demi tahun, pada tahun ini proyeksi deviden ditargetkan Rp 33 triliun. Total target laba bersih 139 BUMN pada tahun ini diharapkan mencapai Rp 81,2 triliun.
Menyadari pengaruh ekonomi BUMN demikian strategis, Meneg BUMN kemudian mengagas untuk melakukan konsolidasi BUMN dalam pola holding untuk meningkatkan sinergi BUMN. Kelompok BUMN yang bergerak di sektor hotel, niaga, farmasi, telekomunikasi, migas, semen, pertambangan, pelabuhan, kereta api, listrik, konstruksi, perkebunan, hingga pupuk mempunyai peluang dimerger atau menjadi holding.
Sinergi BUMN ini tentu saja menjadi sangat penting karena meningkatkan economic of scale dan economic of scope BUMN tersebut (Baye, 2006). Sinergi ini akan membuat biaya operasional menjadi sangat efisien. BUMN sejenis bisa lebih mudah melakukan transfer aset dan juga transfer bahan untuk keperluan produksi atau operasional hingga pertukaran SDM.
Letak geografis BUMN yang umumnya tersebar di seluruh pulau di Indonesia juga membuat misi lain terhadap wawasan kebangsaan. SDM dari Jawa akan mempelajari kultur dan budaya SDM Sumatra dan sebaliknya, demikian pula akan terjadi cross cultural Sulawesi, Nusa Tenggara, hingga Papua. Interaksi ini akan meningkatkan rasa cinta terhadap negeri ini sehingga persatuan semakin kuat.
Agenda prioritas
Karena sangat strategisnya upaya holding BUMN ini, seharusnya menjadi fokus utama pemerintah dan sewajarnya menjadi agenda prioritas. Apalagi dengan situasi krisis global yang diperkirakan sangat panjang, pemerintah betul-betul dituntut smart untuk menarik investasi ke Indonesia.
Ciri akomodatifnya pemerintah terhadap investasi adalah dengan dimudahkannya aturan BUMN untuk membentuk holding, karena begitu BUMN dan holding-nya beraktivitas maka akan menarik industri lain melakukan kegiatan usaha.
Hambatan utama holding sekarang adalah soal perpajakan, karena dengan merger BUMN ternyata kewajiban pajak menjadi ganda (double taxation). Pemerintah harus segera menyiapkan regulasi, seperti tidak mengenakan pajak terhadap aset BUMN yang ditransfer ke anggota holding.
Sekarang yang terjadi, satu objek pajak yang sudah dilunasi kewajiban pajaknya oleh BUMN satu, ketika ditransfer dan diakui sebagai aset baru di BUMN kedua ternyata ditagih pajak kembali.
Simulasi PT Semen Gresik Group (SGG) dengan menggunakan peraturan perpajakan sekarang, maka dibutuhkan anggaran tambahan minimal Rp500 miliar untuk membayar pajak sebagai konsekuensi holding dengan PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa. Ini sangat ironis sekali karena pola holding sebetulnya sama sekali tidak menambah aset baru, tetapi lebih meningkatkan utilisasi aset-aset lama, seperti joint suku cadang, joint pengadaan, dan juga joint bahan baku dan bahan bakar.
Fasilitas pemerintah yang lebih rasional sangat ditunggu-tunggu oleh kalangan BUMN karena jika tidak maka mimpi BUMN menjadi efisien hanya tinggal kenangan. Momentum sekarang adalah momentum tepat untuk membuktikan bahwa BUMN sebenarnya bisa memberikan stimulasi ekonomi bangsa di tengah kepesimisan pelaku ekonomi di pasar global.
Mengharapkan investasi asing (FDI) memang ditunggu-tunggu, tetapi ketika pusat ekonomi dunia justru mengalami kesulitan likuiditas sendiri bahkan demikian hebat, maka dapat dipastikan tidak akan ada yang memberikan pertolongan. Jika sudah demikian, hanya BUMN yang bisa diharapkan pertolongan, karena satu-satunya yang masih dikelola anak negeri sendiri. Karena itu, menunggu apalagi, segera ciptakan fasilitas yang memudahkan holding BUMN.
Effnu Subiyanto
Manager Procurement PT Semen Gresik