Pajak Daerah I Sebelas Perda Segera Direvisi
Enam jenis pajak daerah diusulkan dinaikkan dan empat pajak lainnya diperluas. Kenaikan tertinggi terjadi pada pajak hiburan yang mencapai 75 persen.
JAKARTA—Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada 18 Agustus 2009 telah menyetujui dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD) menjadi undang- undang.
Pengesahan Undang- Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010 ini antara lain memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi.
Lahirnya UU PDRD itu langsung direspons oleh Pemprov DKI Jakarta dengan merevisi 11 peraturan daerah (perda) mengenai ketentuan umum pajak daerah dan jenis-jenis pajak sebagai turunan dari UU baru tersebut.
Saat ini, Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI Jakarta sedang melakukan pembahasan usulan perubahan 11 perda tersebut.
Ditargetkan revisi 11 perda pajak itu akan disahkan DPRD DKI Jakarta pada awal Juni mendatang Meski menuai protes keras dari sejumlah pihak, Balegda DPRD DKI Jakarta tetap melanjutkannya.
Alasannya, kenaikan tersebut untuk menyesuaikan kondisi yang ada saat ini. Apalagi, dengan dilakukannya revisi untuk UU tersebut, kesempatan untuk menaikkan memang terbuka lebar.
Untuk mencegah pro-kontra yang terus berlanjut, Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta Triwisaksana akan berusaha merangkul semua pihak yang berkepentingan dengan pajak tersebut.
Artinya, Balegda akan mempertimbangkan semua kemungkinan yang muncul jika memang reaksinya seperti itu. “Ini untuk mengamodasi semua inspirasi dan ide yang muncul. Tolong, ini disikapi sebagai kekayaan berbicara saja,” ucap Tri.
Menurut Tri, mengakomodasi semua hal yang muncul penting dilakukan. Karena, meski itu masih sifatnya usulan, tapi reaksi pro dan kontra sudah mulai bermunculan.
Untuk itu, pihak-pihak yang merasa keberatan dengan usulan tersebut dipersilakan untuk mengeluarkan usulan-usulan yang bisa memperbaiki rencana kenaikan pajak tersebut.
Jika usulan tersebut dilayangkan, kata dia, maka berikutnya akan dilakukan kembali penggodokan rencana kenaikan.
Dengan diterimanya masukan, aspirasi, dan ide dari berbagai kalangan, Tri yakin hal itu bisa membuat rencana kenaikan tersebut menjadi rencana yang baik bagi semua pihak, termasuk bagi warga kota yang nanti akan menjadi konsumen utama dari beberapa pajak tersebut.
“Nantinya, semua usulan itu akan dilakukan jika revisi UU No 28/2009 juga selesai dilakukan,” kata dia.
Enam jenis pajak yang sudah diusulkan naik itu adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BKKB), Pajak Hiburan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Bantuan Sebelumnya, dan pajak parkir.
Sementara, empat jenis pajak lainnya yang juga diusulkan di Balegda nantinya akan diperluas pengenaan tarifnya.
Kenaikan Tertinggi Sementara itu, Wakil Ketua Balegda Perdata Tambunan mengatakan kenaikan tertinggi dari usulan tersebut memang terjadi pada pajak hiburan, yakni mencapai 75 persen.
Karena rencana itu, diprediksi beberapa jenis hiburan yang menjadi favorit warga kota akan terkena imbas karena kenaikan yang cukup tinggi. Salah satunya, adalah harga tiket masuk (HTM) pertunjukan film di bioskop.
Sebelum ada usulan, kenaikan HTM hanya di kisaran 5 – 15 persen saja. Tapi, dengan adanya usulan baru, maka kenaikan akan ada di kisaran 35 persen. Kenaikan tersebut, menurut Perdata, memang sangat tinggi. Karenanya, meski baru usulan, penolakan juga sudah datang dari pengusaha bioskop.
Menurut para pengusaha, jika usulan itu disetujui dan diterapkan, itu akan menghambat laju penambahan pendapatan.
Pasalnya, dengan kenaikan baru, itu jelas akan melemahkan usaha. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan usulan yang dilakukan Balegda tersebut sifatnya masih umum.
Karenanya, untuk menghalau semua reaksi tersebut, Pemprov DKI akan melakukan kajian kembali tentang usulan tersebut. Wagub DKI Prijanto memastikan kenaikan pajak ini berasaskan keadilan dan tidak membebani warga Jakarta.