RPP INFRASTRUKTUR SOSIAL
JAKARTA. Perusahaan yang suka beramal melalui kegiatan sosial untuk lingkungan sekitarnya atau corporate social responsibility (CSR) boleh bersorak gembira. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan membolehkan dana kegiatan amal perusahaan sebagai pengurang pembayaran pajak penghasilan (PPh) perusahaan.
Namun pelaku usaha harus sabar. Karena rencana ini masih menunggu hasil pembicaraan Ditjen Pajak dengan Departemen Hukum dan HAM (Depkum HAM). Maklum, saat ini departemen yang dikomandani Menteri Andi Matalatta itu sedang menyusun Peraturan Pemerintah tentang CSR. "Kami akan berkoordinasi dengan Depkum HAM soal ini,"kata Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution, Jumat (19/9).
Rencana memangkas pajak dari aktivitas CSR itu akan melengkapi isi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Infrastruktur Sosial. Dalam RPP ini, Ditjen Pajak akan menjadikan kegiatan sosial atau filantropi sebagai pengurang pembayaran pajak penghasilan (PPh) pribadi maupun perusahaan.
Syarat untuk mendapatkan pengurangan pajak itu, wajib pajak harus menyalurkan dana amalnya lewat instansi pemerintah. kalau tak ada aral melintang, aturan akan mulai berlaku awal 2009 dan tidak berlaku surut. Dalam pertemuannya dengan Depkum HAM nanti, Darmin akan memberikan sinyal tetap meminta syarat dana CSR itu harus disalurkan dan mendapat izin dari instansi resmi pemerintah. "Begitu prinsip PP infrastruktur sosial,"ucap Darmin.
RPP Infrastruktur Sosial merupakan turunan dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) yang telah disahkan 3 September 2008 lalu. Meski Ditjen Pajak masih menyusun kegiatan filantropi apa saja yang bisa menjadi pengurang PPh, namun UU PPh itu sudah memberi batasan yang lumayan terperinci. Yakni, dana untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, pendidikan, beasiswa, olahraga, dan kegiatan kesenian dan budaya.
Kepala Sub Bidang Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM Hadi Supriyanto menyatakan, instansinya siap untuk berunding dengan Ditjen Pajak mengenai kriteria kegiatan CSR. "Tetapi sampai sekarang saya belum menerima surat dari mereka,"kata Hadi.
Pengusaha sendiri berharap RPP ini segera terbit sebagai PP. "Aturan ini memang sudah lama kami tunggu,"kata Ketua Umum Kadin MS Hidayat.
Martina Prianti