Dirjen Pajak Darmin Nasution menilai pembayaran tunggakan royalti barubara bukan wilayah Ditjen Pajak. "Saya tidak tahu aturannya? Bagaimana kebijakannya? Saya menganggap, pokoknya bayar. Ini urusan Dirjen Kekayaan Negara bukan Dirjen Pajak," ujar Darmin di kantor KPK, Jakarta, kemarin. Menurutnya, penagihan royalti batubara masuk ke Ditjen Pengelolaan Kekayaan Negara. "Hidup bersama-sama, ya kita membantu saja. Yang menagih Dirjen Pengelolaan Kekayaan Negara namanya Pak Hadi Sapto, dia Kepala Dirjen Pengelolaan Kekayaan Negara," jelasnya.
Di tempat terpisah, pengamat pertambangan Ryad A Chairil meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki dan memantau sengketa royalti batubara ini. "Penunggakan pembayaran royalti bisa di pidana Pembayaran royalty tidak ada kaitannya dengan restitusi PPN," ujar Ryad. BPK sendiri menyambut baik permintaan itu. Seperti diungkapkan Ketua BPK Anwar Nasution, pihaknya akan memfokuskan pemeriksaan pertambangan batubara pada semester 11/2008 ini "Pemeriksaan pengelolaan per-tambangan batubara ditekankan pada perhitungan PNBP, bagi hasil dan PAD sektor pertambangan batubara. Selain itu juga akan dilakukan pemeriksaan terhadap kontrak-kontrak pengusaha pertambangan batubara serta dampak kerusakan lingkungan," ujar Anwar saat pidato peringatan HUT RI 63 di Kantor Pusat BPK, Jakarta, Minggu (17/8).
Pemerintah sendiri berencana menggaet Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan verifikasi penghitungan mekanisme pengembalian (reimbursement) pajak para pengusaha batubara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengaku tidak mengetahui secara persis berapa pajak yang sudah dibayar pengusaha melalui mekanisme kontrak PKP2B (rezim pajak yang tinggi) dengan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Pajaknya sendiri, kita tidak tahu yang sudah mereka bayar dengan rezim PPN besar versus rezim PPn kecil, implikasinya terhadap keseluruhan laporan keuangan. Dari perusahaan, silakan mereka melakukan penghitungan kembali dari mulai mereka melakukan kontrak sampai sekarang," ujarnya.
Jika pemerintah harus membayar reimbursement pajak yang lebih besar, maka dananya sudah disiapkan dalam APBN. Dan reimbursementpajak ini tidak ada hubungannya dengan penunggakan royalty dan pengusaha tetap harus bayar royalti.
Sementara itu, bos batubara pemilik saham di PT Kaltim Prima Coal (KPC) di Sangata, Kaltim yang juga Presiden Direktur PT Bumi Resources (BR) Ari S Hudaya batal diperiksa penyidik tindak pidana tertentu (tipcter) Reskrim Polda Kalimatan Timur sebagai saksi terkait dugaan pertambangan ilegal PT KPC di atas hutan negara. Sedianya, Ari diperiksa di Markas Polda Kaltim, kemarin.
Ari sendiri sebelumnya mangkir dari panggilan pertama pada 7 Agustus lalu. Ia justru melayangkan surat pengunduran pemeriksaan kemarin. Namun, hingga sore ia tak datang juga memenuhi panggilan penyidik meski rencana pemeriksaan dilakukan di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
"Mungkin pemeriksaan dilakukan di Bareskrim di Jakarta, karena Direskrim (Polda Kaltim, red) hari ini ada di sana (Mabes Polri red)," papar Kapolda Kaltim Irjen Indarto, kemarin.
Saat dikonfirmasi, Direktur V Tipiter Bareskrim Mabes Polri Brigjen Suharyono mengatakan tidak ada jadwal pemeriksaan Ari. "Tidak ado pemeriksaan terhadap yang bersangkutan," tukasnya.